IndonesiaBicara-Jakarta, 19 Juli 2009. Saksi dari Mega-Prabowo Denny H. Iskandar enggan menandatangani hasil rekapitulasi pilpres karena masalah kisruh daftar pemilih tetap belum dislesaikan, “Saya tidak bisa mengatakan berapa suara untuk Mega-Prabowo yang hilang karena kisruh DPT, memang kami diberikan soft copy tetapi itu bisa saja dirubah, seharusnya yang diberikan hard copy,” lanjut Deny.
Rapat pleno yang dipimpin oleh Juri Andriantoro, sempat memanas dengan protes yang disampaikan oleh saksi Megawati – Prabowo. Deny menjelaskan bahwa “Masalah keberatan ini kami laporkan ke dalam rapat pleno ini, sekaligus sebagai laporan ke Panwaslu dan secara tertulis sudah kami sampaikan dalam berita acara. Langkah selanjutnya kami akan menggugat hal ini ke peradilan hukum.”
Menanggapai kekesalan dari saksi Megawati – Prabowo, Juri berpendapat bahwa “Ada saja pihak yang ingin mengklarifikasi temuan di lapangan, rapat pleno juga untuk melakukan perbaikan-perbaikan yang sudah selesai dilakukan, walaupun saksi nomor urut 1 menolak tanda tangan tetapi hal itu diperbolehkan dan tidak ada masalah. Demikian juga masalah DPT dan itu merupakan kesalahan administratif, dan bisa jadi pidana jika ada unsur kesengajaan.” Lanjut pria berkemeja putih ini “Sampai sekarang belum ditemukan tindak pidana, siapa yang lalai akan ditegur dan dibetulkan untuk Pemilu kedepannya.”
Menanggapi laporan Denny, Ketua Panwaslu DKI Jakarta, Ramdansyah mengharap ada revisi UU Pemilu, “Panwaslu seharusnya bertindak sebagai eksekutor, ketika ada pelanggaran Pemilu, Panwaslu tidak punya kewenangan untuk memaksa orang memenuhi panggilan Panwaslu. Seharusnya ada wewenang lebih terhadap Panwaslu atau seperti pada Pemilu 1999 dan 2004 fungsi pengawasan ada pada masyarakat sipil, Kepolisian dan Kejaksaan.”(Inong)
Komentar