IndonesiaBicara - Jurnalisme Independen Rakyat Indonesia

RTRWP Kalteng: Pusat vs Daerah

Indonesiabicara-Palangka Raya, (02/10/09). Proses pembangunan di Kalimantan Tengah saat ini sedang terhambat oleh adanya permasalahan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi (RTRWP) yang tidak kunjung usai. Berbagai investor tidak dapat memulai usahanya akibat permasalahan perizinan lahan yang tidak dapat diselesaikan sebelum adanya kesepakatan mengenai RTRWP tersebut.

Pemerintah pusat melalui Departemen Kehutanan dalam RTRWP Kalteng 2009 menetapkan bahwa sebanyak 82% dari lahan di Kalteng merupakan areal hutan, dimana sisanya sebesar 18% merupakan lahan untuk produksi dan pemukiman. RTRWP hasil tim terpadu Departemen Kehutanan tersebut kemudian mendapat sanggahan dari pemerintah daerah Provinsi Kalteng yang mengusulkan kawasan hutan di Kalteng hanya sebesar 52%, dan sisanya untuk berbagai kepentingan produksi.

Menurut, Arie Rompas (Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Tengah), permasalahan RTRWP di Kalimantan Tengah bukan masalah baru karena sebenarnya sejak 2003 sudah banyak penggunaan lahan di Kalimantan Tengah yang tidak sesuai dengan peruntukannya dalam RTRWP. Arie mengatakan, “Saat ini, 12 juta hektar lahan atau sekitar 80% dari lahan yang ada di Kalimantan Tengah telah diberikan pengelolaannya pada berbagai investor, dimana 7,5 juta hektar diantaranya mengalami tumpang tindih perizinan.”

Menurut pandangan Walhi, untuk menyelesaikan persengketaan RTRWP Kalimantan Tengah, semua pihak terkait harus duduk bersama untuk membicarakan permasalahan tersebut demi kepentingan rakyat, bukan demi pemerintah pusat atau pemerintah daerah. RTRWP yang dibentuk harus memperhatikan tiga poin penting yakni keselamatan rakyat, keadilan ekologi, serta distribusi yang adil bagi rakyat.

Arie juga menilai bahwa rekomendasi RTRWP dari pihak pemerintah daerah sebenarnya merupakan upaya pembenaran atau “cuci dosa” atas berbagai pelanggaran RTRWP yang telah dilakukan pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten selama ini. “Tindakan penolakan pemerintah daerah terhadap hasil kajian tim terpadu juga merupakan suatu pengingkaran terhadap Undang-undang,” pungkas Arie. (IF)

Tinggalkan Balasan

 

 

 

Anda dapat menggunakan penanda HTML berikut

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

What is 6 + 2 ?
Please leave these two fields as-is:
PENTING! Untuk melanjutkan Anda harus menjawab pertanyan di atas.