Indonesia Bicara – Bengkulu 30 September 2009. Diskusi bersama sekaligus memperkenalkan lembaga diskusi public Trias Politica Institute Bengkulu di Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Bengkulu (UNIB) berlangsung belum lama ini. Diskusi Publik Hasil Riset Telepolling dengan tema “Harapan Masyarakat terhadap Parlemen dan Kabinet Mendatang” diselenggarakan hasil kerja sama Institute Studi Arus Informasi (ISAI), Perhimpunan Solidaritas Indonesia (HIS), Trias Politica Institute Bengkulu, dan PASKASS Sumatera Selatan.
Diskusi sangat menarik, dan dihadiri oleh sekitar 30 orang, dengan pembicara Direktur Eksekutif Trias Politika Institute Firnandes Mauriansyah SH, Direktur ISAI Irawan Septono, SH, Dosen Fak. Hukum UNIB/Praktisi Akademisi Ahmad Wali, SH, MH, Redaksi Harian Rakyat Bengkulu Dedi Wahyudi, SE, Anggota KPU Kota Bengkulu Kusmito Gunawan SH, Manajer Riset ISAI Tri Malyani, dan Anggota DPRD Prov. Bengkulu/Wakil Ketua Fraksi PKS Burhandari S Pd.
Dalam penjelasannya, Tri Malyani, mengatakan “ISAI merupakan lembaga nirlaba yang didirikan untuk menguatkan demokratisasi di Indonesia pada tahun 1995, dengan kegiatannya adalah penelitian, pelatihan, advokasi kebijakan dan pemantauan media. Setelah Pilpres 2009 selesai, seluruh elit parpol berusaha merapat ke kubu pemenang kekuasaan, dan jika Partai Golkar dan PDI-P ikut bergabung, maka koalisi pendukung SBY di parlemen sebesar 75.2%.
Survey ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang keberadaan oposisi dan prioritas kerja kabinet mendatang, dengan menggunakan 1300 responden wanita 54,2%, pria 45,8%, agama Islam 74,1%, Protestan 10,3%, Katolik 7,1%, Hindu 3,8%, Budha 3,8%. Pendidikan dibawah SLTA 14,7%, SLTA 45,6%, Diploma 13,2%, S1 atau diatasnya 26,5%, dan tingkat kepercayaan 95%, margin error 3,5-3,6%. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan telepon di 25 Ibu Kota Provinsi di Indonesia, dilaksanakan mulai 17-24 September 2009, dengan lokasi Pulau Jawa 65% dan Luar Jawa 34,2%.
Hasil dari persepsi tentang oposisi, mayoritas masyarakat menganggap pentingnya keberadaan oposisi sebesar 89,2%. Demikian juga dengan persepsi tentang oposisi Golkar dan PDI-P diharapkan menjadi kekuatan oposisi dengan jumlah 40,3%. Harapan terhadap kabinet mendatang masyarakat mengharapkan lebih memprioritaskan peningkatan kesejahteraan sosial sebesar 68,1%, dan kabinet SBY diisi dari kalangan profesional dan parpol sebesar 46.2%.”
Begitu juga halnya dengan penjelasan dari Dedi Wahyudi, yang mengatakan “Nuansa diskusi ini sangat diperlukan untuk mengasah pemikiran dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. PDI-P dan Golkar harus tetap menjadi oposisi. Ketika RUU Rahasia Negara disahkan, maka Pers akan kehilangan kekuatan untuk berjalan.”
Dalam pandangan Ilmu Tata Negara, Ahmad Wali, mengatakan “Dilihat dari Ilmu Tata Negara persoalan mengenai harapan masyarakat untuk mengontrol pemerintahan sangat diperlukan dan kita juga perlu mendisain Ketatanegaraan yang baru. “
“Hasil dari Pemilu 2009 menunjukkan bahwa ini adalah proses perubahan, partai-partai yang muncul lahir dalam masa orde reformasi yang diharapkan menjadi langkah yang tepat, karena posisi pada waktu itu sudah sangat lemah dengan tingginya tingkat korupsi dan kolusi. Puas tidak puas, inilah proses dari reformasi, dan jika Partai Demokrat ingin melakukan sesuatu yaitu reformasi bukan revolusi. Untuk melakukan perubahan diperlukan kekuatan mayoritas, juga kekuatan absolut sangat diperlukan untuk perubahan.
Sementara PKS tidak mempermasalahkan PDI-P dan Golkar ingin menjadi oposisi atau tidak, karena PKS telah menyatu dalam pemerintahan dan mari kita berusaha menyatukan semua lini yang ada di Indonesia untuk kemajuan Indonesia. Namun mencurigai rencana dan kejadian tetap harus kita lakukan tapi jangan sampai menuduh, demikian menurut Burhandari. (Irn)
Komentar