IndonesiaBicara-Jakarta, (05/01/10). Usulan agar mantan Presiden RI KH Abdurrahman Wahid diangkat menjadi pahlawan nasional kian menguat. Dukungan datang dari berbagai kalangan, baik dari parpol maupun tokoh masyarakat.
Sebelumnya usulan muncul dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan. Menurut Ketua DPP PKB Marwan Ja’far, Gus Dur pantas mendapat gelar terhormat ini karena konsistensinya dalam demokrasi. ”Bangsa Indonesia telah kehilangan putra terbaiknya, KH Abdurrahman Wahid. Bangsa Indonesia telah kehilangan panglima demokrasi,” katanya.
Selanjutnya, kalangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga mengusulkan hal yang sama. Sebab, mantan presiden ke 4 itu dinilai memiliki jasa yang besar untuk bangsa Indonesia. ”Gus Dur adalah negarawan yang nasionalis dan telah bekerja agar prinsip-prinsip kebhinekaan hidup dalam keseharian kehidupan berkebangsaan sehingga memperkuat NKRI,” kata anggota Fraksi PDIP Eva Sundari.
Menurut Eva, kontribusi Gus Dur di internasional juga tidak dapat dibantah dengan memperkenalkan Islam Indonesia yang demokratis, serta ramah terhadap perbedaan-perbedaan dan menolak kekerasan. ”Sebagai penghargaan dan penghormatan, PDIP mengusulkan kepada pemerintah untuk memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Gus Dur,” jelas anggota Pansus Hak Angket Century ini.
Ditambahkan, PDIP telah memerintahkan fraksi PDI Perjuangan di DPR dan MPR agar hal tersebut menjadi usulan di DPR dan MPR. ”Dan hal ini sesuai dengan pesan Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung kepada beberapa anggota fraksi,” jelas Eva.
Mantan Ketua MPR RI Prof Dr HM Amien Rais juga mendukung penuh usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada presiden Republik Indonesia yang keempat, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. ”Sebab Gus Dur dinilai sebagai tokoh Nahdatul Ulama (NU) yang menjadi ikon pluralisme,” kata Ketua Majelis Pertimbangan Partai Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (MPP DPP PAN) ini usai memberikan ceramah dalam pengajian menyambut Tahun Baru di Masjid Gede Kauman, Kamis malam (31/12).
Amien menuturkan, Gus Dur sebagai tokoh NU yang telah berhasil membawa organisasi NU yang sebelumnya dianggap sebagai organisasi kelas bawah atau terpinggirkan kini menjadi sebuah organisasi tengah-tengah dan berkembang besar. Semangat pembauran dengan masyarakat juga ditunjukkannya ketika Istana Negara dijadikan rumah rakyat sehingga masyarakat bisa dengan bebas mendatangi rumah rakyat tersebut untuk menyampaikan aspirasi dan keluhan. ”Jadi pada pemerintahan Gus Dur ini segala keangkeran Istana Negara terkikis,” jelasnya.
Secara terpisah Staf khusus Presiden, Andi Arif, mengatakan, pemulihan nama baik (rehabilitasi) almarhum Abdurrahman Wahid atau Gus Dur lebih penting daripada perdebatan mengenai pemberian gelar pahlawan bagi mantan Presiden RI ke-4 itu.
”Bagi saya yang terpenting bukan itu, yang mendesak adalah harus ada rehabilitasi secara serius bahwa Gus Dur jatuh dari kekuasaan bukan karena kasus tertentu. Ini penting untuk pelurusan sejarah,” kata mantan aktivis mahasiswa itu.
Bapak Pluralisme
Sementara itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjuluki Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme yang patut menjadi teladan bagi seluruh bangsa. Pluralisme dan multikulturalisme yang diajarkan Gus Dur, lanjutnya, tidak hanya menjadi inspirasi elemen bangsa ini, tetapi bangsa-bangsa di dunia.
”Karena itu, Gus Dur merupakan Bapak Pluralisme yang telah memberikan inspirasi bagi kita semua. Namun sebagai sosok manusia biasa, Gus Dur tidak luput dari khilaf dan kekurangan,” kata Presiden SBY dalam sambutannya saat memimpin upacara kenegaraan pemakaman Gus Dur di kompleks Pondok Pesantren (PP) Tebuireng Cukir Kabupaten Jombang Jawa Timur, Kamis (31/12).
Menurut Presiden, sejarah bangsa ini tidak lepas dari peran serta Gus Dur. Ia menyebutkan, pada awal 1990-an, Gus Dur bersama beberapa rekan-rekannya membentuk Forum Demokrasi (Fordem). ”Forum ini memberikan pelajaran kepada kita mengenai strategi berdemokrasi dalam menciptakan perdamaian. Beliau juga merupakan tokoh berpengaruh, tidak hanya nasional, melainkan juga internasional,” kata Presiden.
Dibanjiri Peziarah
Sementara itu sampai Jumat (1/1) kemarin makam Dur di kompleks PP Tebuireng Jombang masih dibanjiri peziarah. Mereka terus berdatangan dari berbagai daerah. Para santri Ponpes Tebuireng juga bergantian mengunjungi makam ketua umum PBNU tiga periode itu.
Istri Gus Dur, Sinta Nuriyah bersama putri-putrinya kemarin juga berziarah dan berdoa di pusara makam Gus Dur. Sinta yang mengenakan pakaian dan kerudung warna putih tampak berdoa dan bertahlil sambil duduk di atas kursi roda. Seusai berziarah, Sinta Nuriyah bersama sebagian putrinya bertolak ke Jakarta. Sementara putri keduanya, Zannuba Arifah Chafsoh alias Yenny masih tetap berada di Jombang.
Jenazah Gus Dur dimakamkan berdekatan dengan makam kakeknya, KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU) dan ayahnya KH Wahid Hasyim (mantan Menteri Agama di zaman Orde Lama). Makam Gus Dur masih seperti semula, hanya dihiasai dua nisan dan tertutup tanah. Sebagian bunga yang ditaburkan juga masih terlihat.
Sementara itu salat ghaib dan doa untuk Gus Dur juga masih dilakukan di masjid-masjid, terutama di masjid lingkungan pesantren atau di daerah-daerah NU. Bahkan di Masjid Istiqlal Jakarta salat ghaib dan doa untuk Gus Dur dipimpin Imam Masjidil Haram Syaikh Dr H Abdurrahman Bin Abdul Aziz Al Sudais, yang memiliki suara merdu.
Doa untuk Gus Dur dilakukan sebelum salat Jumat. Abdurrahman Sudais yang mengenakan jubah warna putih dan mengenakan sorban bercorak merah dan putih kemudian memanjatkan doa dengan bahasa Arab. Doa dipanjatkan sekitar lima menit. Selanjutnya imam yang bersuara merdu itu menyampaikan khutbah Jumat berbahasa Arab. Usai salat Jumat, Abdurrahman Sudais diminta takmir masjid untuk memimpin salat gaib untuk Gus Dur. (Sur)
Komentar