Indonesia bicara-Jakarta, 23 Juni 2009. Sistem presidensil yang dianut oleh Indonesia dalam pelaksanaannya tidak berjalan sesuai dengan kaidah-kaidah presidensil, demikan apa yang dikatakan oleh Marzuki Darusman dalam diskusi jurnalistik dengan tema “Memperkuat Sistem Presidensial Pasca Pilpres 2009” di Hotel Niko Jl. M.H. Thamrin Jakarta Pusat.
Diskusi yang diselenggarakan oleh Red White Foundation tersebut dihadiri wartawan cetak, eletronik dan online Ibu Kota. Diskusi tersebut mencoba membedah tentang presidensil kaitannya dengan Pilpres 2009.
Sistem presidensil akan bisa kuat jika partai-partai yang berkoalisi dapat memahami tugas dan fungsi menteri-menteri dari partai koalisi yang masuk dalam cabinet pemerintahan. Tidak seperti saat ini dimana wapres dan menteri mengklaim atas keberhasilannya, demikian apa yang diutarakan oleh Robertus Robert dari Sekjend Perhimupunan Pendidikan Demokrasi.
Hal senada juga diutarakan oleh Bara Hasibuan, Wakil Ketua Dewan Pakar SBY, yang mengatakan bahwa “Wapres JK dalam kampanyenya selalu mengatakan bahwa apa yang dicapai oleh pemerintah contohnya perdamaian di NAD merupakan upaya dan kerja keras beliau, padahal kita tahu bahwa kita menganu sistem presidensil dan presidenlah yang bertanggungjawab atas semua kebijakan yang dikeluarkan oleh pembantunya”
Marzuki Darusman, Mantan Jaksa Agung/ Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, menjelaskan bahwa ”Dalam keberhasilan pemerintah mencapai perdamaian di NAD tidak lepas dari peran Presiden SBY, karena beliau merupakan pemimpin tertinggi TNI yang pada saat itu memerintah Panglima TNI untuk berhenti melakukan pengejaran dan serangan terhadap sasaran GAM”.
Dalam Pilpres 2009 hanya satu calon yang akan tetap mempertahankan sistem presidensil yaitu SBY – Boediono, Marsuki Darusman mengatakan “SBY memilih Boediono merupakan langkah yang tepat untuk mempertahankan sistem presidensil, karena sistem ini efektif jika Presiden dan wapresnya berasal dari satu partai”. Pendapat ini juga diamini oleh Bara Hasibuan dan Robertus Robert.
Tidak seperti saat ini, dimana porsi persiden dan wapres sama besarnya, padahal wapres hanya sebagai pembantu presiden dalam UUD’45 kita, demikian yang dikatakan oleh Raibertus Robert. (inong)
Komentar