IndonesiaBicara-Lombok Utara, (14/02/10). Komisi II DPRD Kabupaten Lombok Utara (KLU) melakukan sidak yang dikemas sebagai kunjungan kerja ke lokasi pembangunan Pelabuhan Labuhan Carik di Kecamatan Bayan.
Kunjungan kerja ini dalam upaya mengetahui secara langsung kondisi masyarakat Labuhan Carik yang berjumlah sekitar 27 KK dan sebagai janji dewan kepada masyarakat yang pernah melakukan hearing saat pelantikan DPRD KLU beberapa waktu yang lalu.
Dalam sidak ini anggota dewan yang terlibat antara lain, Zarkasi, S Ag, Nasahar, S Ag, Ruhaiman, Amd dan Amir Mahmud. Rombongan diterima langsung oleh Ketua RT Labuhan Carik, Muhammad Ali yang didampingi sekitar 30 warga yang ikut mengemukakan unek-uneknya kepada anggota dewan yang baru ini terkait nasib mereka.
Dari pertemuan ini terungkap bahwa masyarakat masih enggan pindah ke tempat relokasi dengan beberapa alasan. Hal tersebut diungkapkan Muhammad Ali kepada anggota dewan yang berkunjung. “Kami masih bertahan dilokasi karena tempat yang dijanjikan tidak memiliki akses jalan, listrik dan air minum”.
Pihaknya berupaya menagih hal tersebut, karena dalam proses ganti rugi sebelumnya, mereka dijanjikan oleh Pemda Lombok Barat melalui Camat Bayan waktu itu Drs Faisol bahwa lokasi baru tersebut akan diberikan akses listrik, jalan serta air minum.
“Hingga saat ini tanah relokasi belum memiliki sarana pendukung, hal ini tidak sesuai dengan janji Pemda dahulu”, ujarnya.
Sedangkan warga lainnya Yusuf Duma merasa keberatan dengan tanah relokasi karena pegukuran yang dilakukan oleh BPN dilakukan secara memanjang. “Tanah relokasi atau pengganti saat ini diukur secara memanjang, jadi kami bingung harus membangun rumah yang seperti apa”, imbuhnya
Menurutnya ada indikasi kekurangan lahan sehingga pengukuran dilakukan secara memanjang. Warga bingung karena lebar lahan hanya beberapa meter saja sedangkan untuk panjang diberikan lebih.
Pihaknya juga merasa keberatan karena dana pengganti tanah dilakukan tidak transparan. Pada saat penggantian lahan, Ketua RT diberikan mandat oleh pegawai Departemen Perhubungan Lombok Barat bernama Junaedi untuk membuka rekening bank. Ketua RT selanjutnya diperintahkan membuat surat kuasa sebanyak dua kali namun tidak diberi tahu secara terperinci mengenai jumlah nominal yang jelas bahkan buku tabungan juga diminta oleh Junaedi.
“Bahkan ditingkat bawah saat masyarakat menandatangani surat persetujuan pembebasan lahan jumlah nominal pengganti ditutupi oleh pihak kelurahan dan kecamatan saat itu”, ujarnya.
Dalam kunjungan ini, para anggota dewan berkesempatan meninjau langsung lokasi relokasi yang berjarak sekitar 400 m dari lokasi awal. Dilokasi ini telah dilakukan pemetakan lahan dan memang ditemukan bahwa pembagian lahan dilakukan secara memanjang. Beberapa material seperti batu bata sebagai bahan dasar pondasi bangunan juga sudah mulai ada. Namun sesuai tuntutan warga akses berupa jalan masih sangat tidak memadai serta belum adanya aliran listrik ditambah belum adanya sumber air yang masuk.
Anggota dewan Zarkasi, S Ag memiliki kesimpulan bahwa persoalan yang dialami masyarakat Labuhan Carik saat ini adalah tidak dipenuhinya janji pemerintah mengenai sarana pendukung seperti listrik, jalan serta air. “Kami akan berupaya membawa permasalahan ini ke tingkat atas, sehingga di masa depan pembangunan Labuhan Carik berjalan dengan lancar,” katanya.
Persoalan kedua adalah penggantian lahan yang tidak sesuai, karena ukuran tanah dilakukan secara memanjang. “Masyarakat merasa bingung akan membangun bangunan seperti apa jika tanahnya diberikan memanjang, bahkan jarak antar lahan juga sangat dekat,” ujar Zarkasi.
Sedangkan Nasahar, S Ag menemukan kejanggalan dalam transakasi dan pemberian ganti rugi kepada warga. “Kami akan berupaya menemukan warga dengan pihak yang terlibat dalam pembebasan lahan ini, agar permasalahan ini cepat menemukan jalan keluar,” ujarnya.
Dewan dalam kesempatan terakhir meminta kesediaan perwakilan 3 orang warga yang bisa diajak hearing nantinya dengan pihak-pihak yang dahulunya terlibat langsung.
Dalam waktu dekat pembangunan Labuhan Carik ini akan dimulai kembali, namun jika persoalan relokasi ini tidak segera teratasi dikhawatirkan akan mengganggu proses pembangunan. Hal ini tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi segenap anggota dewan maupun eksekutif KLU dalam menyelesaikan persoalan peninggalan kabupaten induk. (pul)
Komentar