IndonesiaBicara-Palangka Raya, 11 Agustus 2009. Begitu banyaknya permasalahan yang dihadapi provinsi Kalteng terutama penyelesaian rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) Kalteng yang masih terkatung-katung dan krisis energi listrik menjadi permasalahan terhadap iklim investasi di wilayah ini.
“Permasalahannya karena RTRWP Kalteng belum selesai, orang akan ragu untuk berinvestasi jika status mereka belum jelas, selain itu permasalahan infrastruktur. Sebab daerah ini sangat besar potensinya,” ucap Ketua Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi, usai menghadiri pengukuhan Dewan Pengurus Kabupaten (DPK) Apindo Kalteng, Selasa (11/8) di Palangka Raya.
Menurut Sofyan, permasalahan infrastruktur tersebut bukan hanya jalan atau pelabuhan saja melainkan juga krisis energi listrik yang dihadapi Kalteng menjadi dilematis investor untuk bertandang ke daerah ini.
“Kalteng begitu kaya dan besarnya tapi listriknya tidak ada. Bagaimana orang mau berinvestasi kalau listriknya tidak ada. Kalau semua pakai genset sendiri bagaimana mau efisien,” terangnya.
Banyaknya polemik yang ditanggung Bumi Tambun Bungai ini juga pernah dikeluhkan Apindo ke Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan pada pertemuan yang mereka gelar belum lama itu, juga mengusulkan lima kebijakan pihak Apindo untuk kemajuan iklim usaha di Indonesia.
“Lima hal tersebut antara lain, menyangkut undang-undang, peraturan pemerintah hingga ke peraturan daerah (perda) yang saling bertentangan. Seperti UU Lingkungan bertentangan dengan UU Kehutanan, UU Kehutanan bertentangan dengan UU Pertambangan,” jelasnya.
Reformasi birokrasi yang dipandang terlalu sulit dan memerlukan biaya tinggi (high cost) yang harus diperbaiki, sebutnya. Selain itu, masalah infrastruktur, misalnya jalan, pelabuhan, air minum hingga ke masalah kelistrikan.
“Kalteng, misalnya. Daerahnya begitu kaya dan besarnya, listriknya sangat sulit. Kalau semua pakai genset (generator set, red) sendiri bagaimana mau efisien,” sebutnya.
Permasalahan ke empat, imbuhnya, tata ruang dan UU agraria, UU agraria yang dibuat pada tahun 60-an dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman.
“Kelima masalah ketenagakerjaan, perlu kita perbaiki juga masalah UU ketenagakerjaan kita yang sekarang di Apindo sudah kita bicarakan dengan serikat-serikat buruh,” tegasnya.
Pada kesempatan lain, Gubernur Kalteng A Teras Narang juga pernah berucap, jika keberadaan RTRWP sangat penting sekali untuk menunjang pertumbuhan ekonomi di provinsi ini. Selain itu, terkendalanya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pulang Pisau yang berkapasitas 20×60 megawatt hingga kini belum ada kejelasan dari pemerintah pusat.
“Selain hambatan terkait masih terbatasnya infrastruktur yang tersedia, hambatan lain yaitu masih belum selesainya Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah (RTRWP). Hal ini menjadi hambatan terkait dengan kepastian lahan tidak saja oleh para pengusaha tetapi juga Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota merasakannya,” ujar Teras.
Permasalahan itu juga dirasakan betul para pengusaha menjadi ragu akan kepastian usaha terkait dengan penggunaan lahan yang akan diusahakan. Menyikapi hal tersebut, menurut Teras, pihaknya terus menerus melakukan koordinasi dengan Menteri Kehutanan dan DPR RI untuk secepatnya masalah RTRWP dapat diselesaikan sehingga para pengusaha mendapat kepastian dalam berinvestasi. (FA/IF)
Komentar