IndonesiaBicara.com-CIPUTAT (21/11/13), Setelah mengadakan penyelenggaraan KTT APEC di Bali September kemarin, Indonesia kini bersiap menjadi tuan rumah WTO Summit Desember yang akan datang. Hal ini mengundang banyak perdebatan, sebesar apakah peran Indonesia dalam perhelatan ekonomi akbar tersebut? WTO dan APEC merupakan wadah perdagangan bebas dan liberalisasi perdagangan dunia. Arus perdagangan yang tanpa batas dan bebas sebebas-bebasnya menjadi tujuan kedua organisasi ini.
Dalam rangka merespon isu ini, Himpunan Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional (HIMAHI) UIN Syarif Hidayatullah dan Youth Leader Institute mengadakan seminar “WTO & APEC : Peluang dan Tantangan”, hari ini (21/11). Sebagai pembicara dalam diskusi ini yaitu Direktur APEC Kementerian Perdagangan RI Deni Wachyudi Kurnia, Penulis Buku ‘WTO dan Perdagangan Abad 21’ Bonnie Setiawan dan Dosen UIN Syarif Hidayatullah Febri Dirgantara Hasibuan.
Menurut Febri Dirgantara Hasibuan masuknya Indonesia dalam kedua organisasi ini, artinya Indonesia harus siap memberikan pintu bagi liberalisasi perdagangan.
“Gerbang investasi bagi private sektor dibuka seluas-luasnya, termasuk sektor yang dikuasai pemerintah. Saat ini saja, sektor pertambangan dan industri perminyakan mulai dibuka. Hadirnya Shell, Petronas ataupun Total di Indonesia menyaingi Pertamina sebagai produsen BBM”, terang Febri.
Menurutnya penguatan ekonomi Indonesia selain dilakukan bukan hanya dengan keterbukaan, tapi juga penguatan internal. Meskipun keterbukaan ekonomi jelas dibutuhkan mengingat kita yang berada pada era globalisasi ini.
Sementara itu, Direktur APEC Kementerian Perdagangan RI Deni Wachyudi Kurnia menggambarkan bahwa secara makro, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 7%.
“Tentu menjadi sebuah prestasi tersendiri bagi perekonomian Indonesia, karena APEC dan WTO ini mempunyai banyak andil atas kemajuan yang signikan ini. Keterbukaan ini menjadi peluang bagi Indonesia ikut serta dalam perkembangan dunia”, papar Deni.
Deni menambahkan Indonesia cukup beruntung dalam posisinya di APEC.
“Jika melihat China, perlu waktu lama sampai akhirnya masuk ke dalam organisasi perdagangan dunia ini”, terangnya.
Dalam paparannya Bonnie Setiawan yang juga Penulis Buku ‘WTO dan Perdagangan Abad 21’ menerangkan bahwa saat ini eksistensi produk dalam negeri terancam karena persaingan yang semakin ramai dalam pasar.
“Liberalisasi justru menjadi bumerang bagi produsen dalam negeri yang hampir gulung tikar. Pertanian yang selama ini dianggap sebagai sektor unggul, nyatanya kalah dengan hasil pertanian impor negara tetangga”, ungkapnya.
Untuk itu menurut Bonnie, Indonesia seharusnya menguatkan perdagangan dan pengembangan sumber daya alam dalam negeri sebelum melangkah ke arah liberalisasi.
“Karena sampai saat ini, Indonesia yang belum tahu spesialisasi ekonominya”, pungkasnya. (Rin)
*Dalam diskusi ini juga menghasilkan beberapa point tuntutan yaitu :
1. Menuntut Pemerintah untuk meninjau ulang kesiapan Indonesia dalam keikutsertaan sebagai anggota WTO dan penyelenggaraan Pertemuan WTO di Indonesia.
2. Mendesak pemerintah untuk memperhatikan dan mengembangkan komoditi asli Indonesia sebagai produk unggulan Indonesia.
3. Konsolidasi lanjutan mahasiswa Jabodetabek menyambut perhelatan APEC di Indonesia.
4. Menolak Liberalisasi Perdagangan.
5. Menolak Praktek NEOLIB di Indonesia yang hanya akan menjadikan Indonesia sebagai sapi perah.
Komentar