IndonesiaBicara.com–Jakarta, (16/01/10). Mantan aktivis mahasiswa dalam peristiwa Malari, Hariman Siregar, menilai klaim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menyatakan kinerja dan pencapaian pemerintah menjelang masa 100 hari telah memuaskan terlalu berlebihan.
Menurut Hariman, menjelang 100 hari pemerintahan hasil pemilihan umum (Pemilu) 2009 sama sekali belum menunjukkan hasil kerja maksimal dan bahkan nyaris tidak membuat kebijakan signifikan apa pun.
Hal itu disampaikan Hariman, Jumat (15/01/10), dalam acara mimbar bebas, yang digelar lembaga swadaya masyarakat (LSM) Indonesian Democracy Monitor (Indemo), yang dipimpinnya.
Tampak hadir mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution, Mulyana W Kusuma, budayawan Moeslim Abdurrahman, aktivis Bonni Hargens, politisi PDIP yang juga anggota Pansus Hak Angket Bank Century Maruarar Sirait, Ray Rangkuti (Kompak), dan advokat senior Adnan Buyung Nasution.
“Pemerintahan yang dihasilkan pemilu kemarin kami nilai tidak efektif. Partai-partai politik hanya menjadi seolah loket jual beli tiket menuju kekuasaan, politik uang, dan banyak lagi, yang seperti sekarang menimbulkan kasus Bank Century,” ujar Hariman.
Akibatnya muncul banyak masalah sehingga sejak awal pemerintahannya pun Presiden Yudhoyono, dinilai Hariman, tidak mampu bekerja secara efektif dan mengecewakan masyarakat.
“Bisa dibilang sampai sekarang pemerintah belum mengeluarkan satu pun kebijakan politik atau ekonomi karena masih sibuk mengurusi hal lain. Padahal ancamannya sekarang jelas, seperti membanjirnya barang-barang China akibat pasar bebas. Bagaimana dia bisa klaim kinerjanya memuaskan?” ujar Hariman.
Sementara itu kepada wartawan, Adnan Buyung menilai wajar jika masyarakat, khususnya generasi muda mengadakan evaluasi dan penilaian sendiri terhadap efektivitas pemerintah sekarang seperti dilakukan dalam acara mimbar bebas kali ini.
“Memang perlu ada evaluasi obyektif dari masyarakat sendiri terhadap pemerintahnya. Apalagi yang melakukan iui dari kalangan muda. Saya kira wajar saja. Semua itu perlu supaya pemerintah lebih sadar pada kondisi sekarang. Namun kalau maksudnya mengganti kekuasaan, jangan dulu. Apa alasan obyektifnya?” ujar Buyung.
Sedangkan dalam orasinya, budayawan Moeslim Abdurrahman menyarankan pemerintah berani mengakui ketidakmampuannya untuk kemudian segera “lempar handuk” tanda menyerah. (pri)
Komentar