IndonesiaBicara, Palangka Raya – 14 September 2009. Tidak berfungsinya Instrumen Landing System (ILS) yang terpasang di bandar udara (Bandara) Tjilik Riwut membuat Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang SH kecewa, karena, ILS tersebut telah terpasang sejak 2006 sampai 2007 lalu, namun tak bisa digunakan karena belum dilakukan kalibrasi.
“Sudah hampir dua tahun alat ini tak berfungsi. Saya sangat kecewa sekali dengan kepala bandara (Jamalludin Hasibuan) karena sudah cukup lama kami (Pemprov) meminta agar dikalibrasi, namun perhatiannya amat sangat kurang,” kata Teras saat pertemuan dengan jajaran bandara Tjilik Riwut (14/09) di posko penanggulangan bencana asap.
Teras mengungkapkan, dirinya telah menghubungi Menteri Perhubungan RI agar ILS tersebut dapat segera dikalibrasi untuk membantu penerbangan di bandara dengan kondisi kabut asap tebal.
Lanjut Teras, Menhub merespon baik permintaan tersebut, dan melalui Dirjen Perhubungan Darat dilaporkan, ILS Bandara Tjilik Riwut baru dipasang dan akan segera dijadwalkan untuk komisioning sekalian dikalibrasi.
“Informasi dari Dirjen, seolah barang ini baru terpasang, saya kasihan dengan pak Dirjen, karena dia baru (sebagai dirjen). Dan kemarin, saya perintahkan Kepala Bandara segera ke Jakarta untuk mengurus hal ini,” katanya.
Menurut Teras, dirinya tak ingin Kalteng menjadi tempat yang tidak jelas dan tak ada perhatian dari aparatur instansi vertikal. ILS tersebut sangat dibutuhkan karena Kalteng dalam bencana asap, sehingga penerbangan sulit dilakukan tanpa ILS dengan jarak pandang dibawah 1 kilometer.
“Walau saya tau proses kalibrasi panjang dan saya tau ini tak langsung ditangani Dephub, tapi yang saya inginkan, alat ini bukan hanya sekedar pajangan, tapi berfungsi dengan baik karena ini uang rakyat. Jangan main-main,” tegas Teras sambil menggebrak meja.
Sementara itu, Ketua Kelompok Teknisi Bandara, Rachmad Roif menjelaskan, ILS dipasang di Bandara Tjilik Riwut pada 2006 lalu, namun, peralatannya tidak lengkap, hanya localizer dan Glide Path. Kemudian dilanjutkan 2007, yakni, middle marker. Biaya mendatangkan alat tersebut sebesar Rp 7 miliar.
Belum dikalibrasinya alat itu, katanya, disebabkan Bandara Tjilik Riwut tergantung dari bandara yang besar, seperti Balik Papan dan Banjarmasin, karena tak ada biaya. Rencananya, setelah kalibrasi di kedua Bandara itu, sekalian juga dilakukan di Kalteng, namun, ternyata tak dilakukan.
“Saat itu, mungkin kita belum selesai pekerjaan, disana sudah ada (Balikpapan dan Banjarmasin), namun tim kalibrasi menginformasikan pesawatnya yang tidak memenuhi syarat kalibrasi,” ujarnya. (HH)
Komentar