Indonesiabicara –Solok Selatan. Meski telah dinyatakan ilegal, kegiatan penambangan emas di Solok Selatan masih terus berlangsung hingga kini. Berdasarkan pantauan IndonesiaBicara, aktivitas Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) tersebut umumnya berlangsung di sepanjang tepian hulu Sungai Sangir Batanghari yang bermuara di Provinsi Jambi.
Menurut Eriyanto (27) seorang penambang emas liar, maraknya PETI di hulu Sangir Batanghari lebih disebabkan faktor kemiskinan masyarakat setempat. Bersama 8 orang penambang lain, Eri menambang menggunakan perahu dompeng sejak tahun 2006. “Sebelum menjadi penambang saya tidak punya penghasilan tetap,” kata Eri. Sekarang setelah menjadi penambang emas, dirinya bisa membawa pulang uang Rp2 juta setelah sekali menambang. “Itu hasil menambang 7 Kg emas,” tambah Eri.
Meski begitu Eri mengaku besarnya resiko yang harus ditanggung para penambang PETI. “Untuk memisahkan emas dari pasir, para penambang harus masuk ke dalam terowongan sedalam 15 meter yang baru saja disedot alat pendulang di dompeng,” papar Eri. Ketika masuk beramai-ramai, para penambang lebih fokus pada endapan emas ketimbang kondisi lubang yang labil. Akibatnya “Lubang runtuh dan menimpa pekerja. Sudah ada 5 – 6 mayat penambang yang kami angkat dari longsor, dan mungkin masih ada yang belum ditemukan,” tandas Eri. Dan tidak ada jaminan asuransi bagi para penambang emas yang tewas atau cidera akibat tertimbun dalam lubang.
Selain membahayakan penambang, aktivitas PETI juga menimbulkan pencemaran lingkungan berupa limbah merkuri. “Akibat kegiatan PETI, kandungan merkuri di Sungai Sangir Batanghari mencapai 0,009 miligram/liter atau melampui batas toleransi sebesar 0,001 miligram/liter,” ujar Staf Wasdal Dinas KLH Solok Selatan, Novi Hendrik. Ini karena para penambang langsung membuang limbah merkuri ke sungai setelah dipakai buat memisahkan emas dengan pasir.
Sementara itu Kepala Kesbanglinmas Solok Selatan, Zakri, mengakui sulit menertibkan aktivitas PETI di Solok Selatan. “Ada sekitar 40 PETI di pinggiran Sungai Sangir Batanghari dan semuanya adalah penambang emas rakyat tanpa ijin,” tegas Zakri. Pihaknya pernah mencoba memfasilitasi perijinan usaha para penambang emas tersebut, namun justru ditolak karena dianggap terlalu mahal.
Menurut mantan Menteri Lingkungan Hidup, Emil Salim, sulitnya penertiban PETI di Solok Selatan disebabkan keengganan aparat pemerintah sendiri yang melihat PETI sebagai salah satu solusi instan mengurangi kemiskinan warga. “Jangan karena bisa menekan kemiskinan lantas dibolehkan padahal melanggar aturan,” Emil Salim mengingatkan. Selain itu disinyalir PETI juga menjadi “sampingan” sejumlah oksum aparat pemerintahan dan keamanan di Solok Selatan. (ahm)
Komentar