IndonesiaBicara–Jakarta, 31 Juli 2009. Freeport menurut kontrak masih akan ada di Indonesia hingga tahun 20042, namun dalam kenyataanya, hampir seluruh tambang tidak pernah tepat waktu, sehingga adanya kerusuhan ini diperkirakan bentuk rekayasa, bahwa ini sudah kerusuhan, sehingga kami meminta agar Freeport harus keluar, sedangkan cadangan tambang masih tahun 2042, supaya tidak rugi dibuatlah suatu bentuk rekayasa.
Demikian yang dikatakan oleh Arkialus Arnesius Baho, Ketua Umum LPNR-PB/Liga Perjuangan Nasional Rakyat Papua Barat, di kantor pusat Freeport, Jl. HR Rasuna Said, disela-sela aksi unjuk rasa.
Arkialus sangat menyesalkan keberadaan Freeport, dan sejak awal tidak pernah luput dari konflik, sekalipun tidak dilakukan pendekatan secara militerpun di Papua akan terjadi konflik. Sehingga akar permasalahannya adalah Freeport.
Menurut LPNR-PB bahwa rakyat yang korban meninggal sudah 4 orang dan yang ditangkap sudah banyak dan itu tidak benar, sebab yang ditangkap itu adalah orang-orang yang tidak tahu masalah dan tidak bersalah bahkan penangkapan ditempat-tempat yang jauh dari lokasi tambang dan di kampung-kampung dan diduga yang melakukan kerusuhan itu adalah organisasi yang terstruktur dan tidak terkomando.
Arkialus menambahkan “Kami pernah mendapat tanggapan dari Anggota Komisi I dan V DPR-RI dari FPDI namun ia lupa namanya, yang mengatakan bahwa tokoh pelaku kerusuhan di Papua adalah mantan Komandan Kopasus (tidak disebutkan namanya)”.
Indikasi pelaku adalah organisasi terstruktur adalah bahwa korban penembakan terdapat luka tempak yang satu lubang dengan beberapa peluru dan itu hanya bisa dilakukan oleh orang terlatih, juga tidak mungkin orang pelosok mampu mendatangkan senjata modern, pungkas Arkilius. (pri)
Komentar