IndonesiaBicara.com-SERPONG (06/11/13). Aktivis pesimis dengan pelaksanaan Bali Democracy Forum (BDF) VI, yang digelar di Nusadua, Bali 7 – 8 November 2013 akan membawa perubahan di Indonesia, khususnya dalam proses demokrasi dan toleransi.
Seperti yang dikatakan Aktivis, Konsolidasi Mahasiswa Nasional Indonesia (Komando), Yudi Rizali Muslim bahwa tema forum konsolidasi BDF tahun ini adalah konsolidasi demokrasi dalam masyarakat yang pluralistik.
“Saya melihat hal ini merupakan momentum penguatan pemerintah paska KTT APEC di Bali yang berusaha membangun komitmen pasar bebas. Maksud dari masyarakat pluralistik adalah kombinasi dari berbagai kelompok yang mempengaruhi lingkungan perusahaan, konsolidasi ini adalah sosialisasi dalam kerangka jaminan kepada negara-negara luar tentang kesiapan Indonesia untuk pasar bebas”, paparnya.
Yudi pesimis dengan pelaksanaan BDF yang keenam kalinya tahun ini sepertinya dari tahun ke tahun tidak ada pengaruhnya.
“Kita lihat tingkat kekerasan dan intoleransi di Indonesia yang semakin tinggi. Saat ini pemegang kekuasaan sebetulnya hanya membangun demokrasi semu, sekedar mengikuti tren internasional”, terang Yudi.
Disamping itu, lanjut Yudi, kesenjangan dan perbudakan dengan topeng pekerja, serta pembiaran perampokan sumber daya alam terus semakin menguat, ini berdampak kepada semakin gelisahnya masyarakat.
“Proses demokrasi seyogyanya mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara, realitanya tidak demikian, merekalah yang memiliki harta dan kekuasaan keturunan yang berhak memperolehnya”, kata Yudi.
Sementara itu Aktivis Demokrasi dari Sekolah Demokrasi Tangerang Selatan, Romly Revolver juga mengatakan hal yang sama.
Romly mendesak dan menginginkan agar pemerintah bersikap serius atas berbagai kasus kekerasan (intoleransi) keyakinan beragama. Karena publik internasional pun sudah mengetahui dari berbagai pemberitaan media massa. Untuk itu pemerintah harus berani mengungkap diforum internasional seperti BDF.
“Beberapa isu krusial seperti intoleransi keyakinan beragama yang menjadi kasus krusial ternyata masih terjadi di Indonesia, ini harus menjadi perhatian dunia internasional. Saya berharap agar BDF menjadi wahana untuk mendialogkan berbagai proses demokratisasi”, harap Romly yang juga Direktur Eksekutif Organisasi Lingkungan Hidup Wahana Hijau Fortuna (WHF).
Untuk itu menurut Romly, pemerintah Indonesia harus bersikap terbuka dan segera mengambil sikap untuk melindungi hak-hak konstitusional warga negara dalam berkeyakinan dan beragama.
“Intoleransi beragama dan berkeyakinan masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi proses demokratisasi di Indonesia, karena isu agama sangat sensitif sehingga butuh perspektif kebangsaan untuk mendamaikannya”, pungkasnya.
Bali Democracy Forum (BDF) merupakan forum tahunan antar-Pemerintah di tingkat menteri yang diikuti negara-negara demokrasi dan negara-negara yang beraspirasi menjadi lebih demokratis di kawasan Asia dan sekitarnya. BDF merupakan inisiatif Indonesia bagi pembangunan dan penguatan institusi-institusi demokrasi di tingkat regional, dan pertama kali diselenggarakan pada 10-11 Desember 2008.
Tujuan dari BDF pada pokoknya adalah untuk menciptakan forum regional yang mendorong pembangunan politik, melalui dialog dan pertukaran pengalaman dan kerjasama internasional, guna memperkuat institusi demokrasi di kawasan. Selain itu, juga untuk memulai suatu proses pembelajaran dan berbagi diantara negara di kawasan sebagai strategi untuk mencapai terpeliharanya perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan Asia dan sekitarnya. (Rin)
Komentar