IndonesiaBicara-Jogja, (28/04/10). Tingkat kelulusan siswa yang mengikuti Ujian Nasional (UN) di DIY merosot tajam pada tahun ini dari 96 persen pada tahun sebelumnya menjadi hanya sekitar 86 persen. Ketua Dewan Pendidikan DIY, Prof Wuryadi mengatakan, hal ini terjadi akibat dari tidak kompaknya antara sistem kurikulum atas dasar KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan-red) dengan Ujian Nasional yang bersifat seragam secara nasional.
Letak ketidakkompakan tersebut ialah dimana KTSP memberikan peluang keragaman sedang UN memberikan tekanan untuk kesamaan. “Sistem kurikulum KTSP dengam UN jelas tidak klop. KTSP memberi peluang keragaman sementara UN memberi tekanan untuk kebersamaan,” kata Prof Wuryadi sesuai mengikuti acara Penandatanganan Nota kesepahaman Antara MPR RI dengan Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa tentang Peningkatan Mutu Sosialisasi Empat Pilar Penegaraan di Pendopo Tamansiswa Yogyakarta, Rabu (28/04).
Pemerintah seharusnya menyadari bahwa pola pemikiran keragaman seperti itu sudah semestinya juga harus diakomodasi didalam sistem ujian. Dalam UN yang dilakukan selama ini, pola keragaman telah terabaikan. Ketidakkompakan tersebut karena kurikulum dibiarkan beragam sementara UN harus seragam merupakan sistem yang tidak menguntungkan. Apabila kurikulum dibiarkan beragam seharusnya ujian juga beragam, paling tidak ada ujian inti dan kemudian pengembangan lainya diserahkan pada sekolah. “Yang menjadi tidak match itu kan karena kurikulum
dibiarkan beragam sementara ujian harus seragam, sistem seperti ini jelas tidak menguntungkan,” terangnya.
Pihakya juga menyatakan ketidaksepakatanya dengan pernyataan bahwa banyak siswa yang tidak lulus diartikan tingkat kejujurannya meningkat. Atau pendapat yang menyatakan karena adanya ujian ulangan membuat siswa menjadi lebih santai. Menurutnya ini karena memang tidak match-nya sistem pendidikan yang sedang dijalankan.
Sementara itu, Ketua Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa, Ki Tyasno Sudarto mengatakan bahwa harus dilakukan evaluasi atau mengkaji ulang keberadaan UN. Keputusan MA yang membatalkan UN harsunya dipatuhi oleh pemerintah dengan menyiapkan terlebih dahulu segala persyaratan penyelenggaraan UN baik infrastruktur yang merata maupun mutu pendidikan yang merata di seluruh Indonesia. Pemerintah telah melanggar keputusan MA dengan tetap menjalankan UN tanpa memenuhi segala persyaratan yang sudah diputuskan. Pemerintah juga tetap saja ngotot dengan menjadikan UN kali ini dalam kenyataanya sebagai satu-satunya penentu kelulusan. (*)
Komentar