IndonesiaBicara-Kuta, Bali, (26/11/11). Meskipun KTT ASEAN sudah terlaksana di Bali, kaum wanita di berbagai daerah tidak menemukan tanda-tanda di ASEAN yang memajukan hak asasi perempuan dan kesetaraan gender. Sebaliknya dikhawatirkan dengan ditunjuknya Myanmar sebagai Ketua ASEAN tahun 2014, di mana kasus-kasus pelanggaran hak asasi perempuan di sana meningkat. Selain itu ada keraguan untuk diberikannya ruang bagi masyarakat sipil di Kamboja ketika menjadi Ketua ASEAN berikutnya.
“Indonesia dinilai cukup terbuka untuk masyarakat sipil, namun memang bukan permulaan yang baik ketika berakhirnya masa tugas Indonesia dan harus memberikan kewenangan pada negara lain sebagai pemimpin berikutnya,” demikian yang disampaikan Rena Herdiyani dari Kalyanamitra, anggota Women’s Caucus Asia Tenggara di ASEAN saat jumpa pers di Hotel Mercure Harvestland, Kuta tadi pagi.
“Serangan yang dilakukan tentara Myanmar terhadap penduduk etnis sipil, khususnya terhadap perempuan, merupakan pelanggaran hukum internasional dan terang-terangan menunjukkan kurangnya aturan hukum di Burma. Kami tahu bahwa Anda memahami keamanan perempuan bukanlah masalah kecil, tapi masalah utama suatu bangsa yang harus diatasi sebelum berkembang luas” sambung Rena Herdiyani.
Kemudian menurutnya lagi, “Liga Perempuan Myanmar telah mendokumentasikan di tahun ini saja sudah terdapat 81 kasus pemerkosaan.”
Menurut perkembangannya, The Women’s Caucus melakukan pengawasan, penyusunan Deklarasi Hak Asasi Manusia di Asean (AHRD).
“Hak asasi perempuan tidak boleh menjadi titik negosiasi, tetapi ASEAN harus mengakui apa yang kita rumuskan sebagaimana telah ditegaskan dalam berbagai Konvensi Tentang Penghapusan dari Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) dan instrumen HAM internasional,” tambah Herdiyani.
Bulan lalu, para Women’s Caucus secara resmi memasukan rumusan deklarasi ke AHRD, dengan menambahkan klausul tentang hak asasi manusia seperti kesetaraan dan non-diskriminasi, kebebasan dari kekerasan, kesehatan seksual dan reproduksi dan hak asasi, hak yang sama dalam perkawinan dan kehidupan keluarga, pekerjaan yang layak di dalam dan luar negeri, hak kewarganegaraan bagi para pengungsi dan wanita, serta masih banyak lagi.
Harapan kedepan, AHRD nantinya akan dibahas dan diadopsi saat kepemimpinan Kamboja dalam Forum ASEAN, The Women’s Caucus menginginkan agar lebih terbuka bagi ruang masyarakat sipil di tahun kedepannya.
“Kita tidak hanya feminis dan aktivis tetapi kami stakeholder ASEAN, kita harus terlibat dan kritis dengan proses yang ada, terutama saat ASEAN menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kita, tegas Kunthea Chan dari organisasi perempuan Kamboja. (*)
Komentar