“Penyelenggara Dinilai Menjual Hutan Adat Tanpa Memperhatikan Masyarakat Adat Sebenarnya”
IndonesiaBicara-Lombok Utara, (15/07/11). Kunjungan perwakilan 14 negara ke wilayah Kabupaten Lombok Utara, Kamis (14/07), kemarin mendapat reaksi dari ratusan petani di Dusun Gangga, Monggal, Paok Rempek, Baturinggit, Tempos Kujur dan beberapa dusun lainnya di Desa Genggelang Kecamatan Gangga. Kunjungan yang seyogyanya di jadwalkan ke dua lokasi yaitu di Hutan Adat dan Hutan X HPH dicegah oleh ratusan petani setempat.
Ratdi, selaku pimpinan aksi beserta ratusan pengikutnya yang lain merasa dijadikan sebagai obyek pelengkap penderita oleh salah satu LSM yang dianggap menjual isu tentang hutan adat yang dilestarikan dan Hutan X HPH.
Padahal pelestarian hutan adat di wilayah Desa Genggelang maupun kembalinya Hutan X HPH yang pernah dibabat habis ini merupakan usaha masyarakat setempat.
Awalnya, rombongan ini bermaksud untuk meninjau lokasi hutan adat Baturinggit, namun setelah rombongan dua bus ini melintas di jalan raya Gangga menuju Selelos, ratusan petani secara tiba-tiba menghadang di tengah jalan persis di depan lokasi hutan. Ditempat tersebut, beberapa petani yang diantaranya Ratdi, menyampaikan orasi serta menolak kunjungan dan rombongan dipaksakan untuk kembali.
Beberapa saat kemudian, setelah melalui negosiasi, rombonganpun kembali untuk ke Sekretariat Koperasi Rimba, dan disana rombongan sudah di tunggu oleh Bupati beserta rombongan dari Propinsi NTB.
Di tempat tersebut, rombongan kembali didatangai warga petani seraya berorasi mengatakan, sesungguhnya keberhasilan memempertahankan keasrian hutan adat, maupun pemulihan Hutan X HPH di Monggal adalah berkat kesadaran masyarakat petani beserta Pemerintah Kabupaten Lombok Utara.
“Selama ini, kemitraan dan kebersamaan masyarakat petani dengan pemerintah cukup baik dan disadari bahwa hutan tersebut harus diselamatkan dari berbagai ancaman,” kata Ratdi.
Oleh sebab itu, jika ada pihak manapun atau LSM yang mengatasnamkan lembaga meraka yang berbuat sehingga kondisi hutan di KLU kembali sebagaimana fungsinya, itu tidak benar. Demikian pula halnya dengan kunjungan 14 negara dari belahan dunia ini, lanjut Ratdi.
“Kami tidak bermaksud untuk menolak, namun sayangnya, panitia pelaksana di lapangan tidak ada koordinasi sama sekali. Ini sama dengan mencangkul di pundak petani, mereka memetik hasil, namun petani sebagai obyek pelengkap penderita,” tegas Ratdi.
Bersamaan dengan itu pula, ketua rombongan, Teguh Rahardja dari Centre For Internasional Cooperation The Ministry Of Forestry The Republik Of Indonesia dan Erna Rosida, dari Directorate of Social Forestry Development, memutuskan untuk tidak berkunjung ke lokasi yang sudah di jadwalkan. Mereka melanjutkan kunjungan, ke Santong dan Bayan. Ratusan petani inipun secara bersamaan mengikuti rombongan yang kembali dan menghantarkan mereka sampai di pertigaan Lendang Bagian. (pul)
Komentar