IndonesiaBicara.Com – Mataram (12/01/12) Banyak kasus korupsi yang telah merugikan uang Negara di wilayah NTB selama kurun waktu tahun 2011 yang sebagian besar terjadi akibat buruknya pengelolaan keuangan daerah.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Solidaritas Masyarakat untuk Transparasi (LSM SOMASI) NTB, menyebutkan bahwa hasil temuan dugaan korupsi selama kurun waktu tahun 2011 sebagian besar terjadi disektor keuangan daerah dibandingkan dengan sector lainnya.
“ Ada sebanyak 19 kasus korupsi dari Sector Keuangan Daerah,” Ucap L Ahyar Supriyadi SH Koordinator Posko Pemantauan Peradilan dan Pengaduan Masyarakat,LSM Somasi NTB, dalam jumpa pers, Kamis (12/1) siang.
Menurutnya, diposisi ke dua ditempati sektor pendidikan dengan 14 kasus, kemudian disusul sektor infrastruktur dengan 7 kasus, sedangkan disektor pertanahan yaitu 5 kasus, sektor kesehatan yaitu 5 kasus, untuk sector sektor perpajakan yaitu 4 kasus,.
Sedangkan posisi selanjutnya ditempati sektor pertanian yaitu 4 kasus, lalu sektor perumahan yaitu 2 kasus dan posisi terakhir ditempati oleh sektor perikanan sebanyak 1 kasus.
Sedangkan untuk tingkat lembaga yang banyak tersangkut kasus korupsi, peringkat pertama diduduki oleh Eksekutif/Dinas/SKPD Daerah sebanyak 46 Kasus, ke-2 yaitu BUMD/BUMN dengan 6 kasus, Ke-3 yaitu Legislatif/DPRD dengan 5 Kasus dan Ke-4 yaitu Swasta/Kontraktor /Rekanan dengan 4 Kasus.
“ Hasil ini diperoleh melalui proses pemantauan langsung oleh Somasi sejak bulan Januari 2011 s/d Desember 2011 ”, Papar Ahyar.
Disebutkan pula bahwa pelaku tindak pidana korupsi ada sebanyak 88 orang, jika dilihat level jabatan yaitu 9 kasus dilakukan oleh oknum jabatan bawah, 24 kasus dilakukan oleh oknum jabatan menengah, 25 kasus dilakukan oleh oknum jabatan atas dan 30 kasus belum terpublikasi.
LSM Somasi ini juga menyoroti proses hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum di wilayah NTB dikarenakan masih sangat lemah dan bahkan terkesan tertutup, padahal banyak kasus yang sudah dilaporkan masyarakat.
Karena jika dilihat dengan jumlah pelaku berdasarkan status hukumannya, yaitu sebanyak 41 orang belum terpublikasi pelaku korupsinya, 28 orang berstatus tersangka, 16 orang berstatus terpidana dan 3 orang berstatus terdakwa.
Masih data yang disodorkan oleh LSM SOMASI, peringkat Daerah terkorupsi berdasarkan jumlah kasus korupsi diwilayah NTB, peringkat pertama diduduki oleh kab. Lombok Tengah dengan 10 kasus,disusul peringkat ke-2 adalah Kab. Lombok Barat dengan 10 kasus, ke-3 adalah Kota Bima dengan 7 kasus, Ke-4 adalah Kab. Dompu dengan 7 kasus, Ke-5 adalah Pemprov NTB dengan 6 kasus, Ke-6 adalah kab. Lombok Utara dengan 5 kasus, Ke-7 adalah Kab. Sumbawa Besar dengan 4 kasus, Ke-8 adalah Kab. Sumbawa Barat dengan 4 kasus, Ke-9 adalah Kab. Bima dengan 3 kasus, ke-10 adalah Lombok Timur dengan 3 kasus, dan posisi ke-11 diduduki oleh Kota Mataram dengan 2 kasus.
Sementara itu, Divisi Hukum LSM Somasi NTB, Aries mengatakan bahwa hasil analisis penanganan kasus LSM Somasi NTB diperoleh bahwa status penanganan kasus korupsi terlihat kurang mengembirakan karena dari 61 kasus hanya 17 kasus yang sudah sampai proses persidangan.
Selain itu pelaku korupsi sebagian besar berasal dari kalangan pejabat menengah keatas, oleh karena itu semakin tinggi kekuasaan maka semakin tinggi tingkat korupsi yang dilakukan.
Kasus korupsi sector keuangan paling banyak terjadi di pengelolaan dana belanja bantuan sosial kab/kota dikarenakan lemahnya pengawasan dan mekanisme pengelolaan.
Untuk proses peradilan terhadap kasus korupsi terkesan masih setengah hati dan cenderung melukai rasa keadilan masyarakat. Karena sejumlah kasus lamban ditangani dan ada kesan tebang pilih, serta cenderung tidak berdaya dihadapan pejabat tinggi/politis.
Terkait hal tersebut LSM Somasi mengeluarkan beberapak rekomendasikan yang ditujukan kepada aparat penegak hukum yaitu, pihak kejaksaan atau kepolisian harus segera mengusut tuntas tanpa pandang bulu setiap dugaan korupsi yang melibatkan petinggi daerah terutama kasus korupsi yang menyita perhatian publik.
Selain itu Jaksa, polisi, dan hakim lebih profesional dalam menangani perkara korupsi agar tidak muncul kontroversi dalam penanganan kasusnya. Untuk memaksimalkan pengembalian kerugian negara Kejaksaan harus mempercepat proses eksekusi atas kasus yang sudah divonis.
Menghimbau kepada pemerintah daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) untuk membuat, memperbaiki mekanisme pengelolaan dan kontrol keuangan daerah terkait dengan Bansos, Hibah dan bantuan keuangan serta memberikan sanksi terhadap pejabat terkait.
Dihimbaukan pula pada masyarakat untuk turut serta mengawasi dan melaporkan segala bentuk tindakan pidanan korupsi dan terakhir agar pihak kejaksaan harus melakukan gelar pekara secara terbuka terkait kasus korupsi yang diduga macet penangananya dengan melibatkan masyarakat. (Ary)
Komentar