IndonesiaBicara-Amlapura, (27/09/11). Dalam menghadapi masalah konflik adat yang belakangan marak berkembang di Bali hendaknya dapat dihadapi secara arif bijaksana dengan mengedepankan pendekatan agama, menyimak dresta dan sejarah Desa Adat itu sendiri.
Menurut mantan Ketua MMDP Karangasem I Nyoman Putra Adnyana (24/09) di Jasri, perlu pendekatan secara kelembagaan melalui lembaga umat secara bertingkat perlu dibudayakan, karena jika senantiasa dimuarakan ke jalur hukum kerap kali permasalahannya tidak berhasil secara tuntas namun masih menyisakan efek dendam ataupun ada jurang pemisah.
Dikatakan, kerap kali pula masalah yang sepertinya Nampak seperti konflik adat sesungguhnya bukan, karena akar masalahnya bukan juga adat tetapi lebih kepada rasa emosi, sentimen serta perebutan kepentingan pribadi, kelompok serta lainnya. Dalam rangka itu diperlukan suatu pencerahan dari lembaga umat sehingga masyarakat mengerti tentang permasalahan adat dan agama secara benar dan tepat.
Adanya Saba Kerta ditingkat lembaga sebaiknya dapat diberdayakan lebih maksimal karena hanya dengan cara itulah penyelesaian kasus bisa diselesaikan dengan baik win-win solution dan prinsip paras-paros sarpanaya salunglung sebayantaka.
Namun sejauh ini baru lembaga tingkat Kabupaten yang kerap kali melakukan mediasi dan memberikan pencerahan sementara di tingkat Kecamatan masih perlu didorong lagi sehingga sistem isolasi permasalahan seperti itu lebih efektif meredam gejolak kasus adat yang kemungkinan bakal timbul.
Ditingkat Desa Adat, diharapkan Putra, sebaiknya dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi hendaknya perangkat yang ada di desa melakukan musyawarah duduk bersama, dan melakukan peninjauan bersama ke titik lokasi permasalahan sehingga masing-masing memiliki pemahaman jelas tentang apa yang disengketakan.
Sesuai dengan visi misi MMDP yakni menciptakan umat yang harmonis serta dapat mengimplementasikan Tri Hita Karana dimana aspek Parhyangan, Palemahan dan Pawongan dilindungi oleh pemunder dan awig-awig. Bahkan lebih jauh lagi dalam kerangkan memajukan Desa Adat hendaknya diberikan penataran prajuru adat, pemberdayaan prajuru dalam menyusun program kerja, belanja, awig, dresta dan sebagainya.
Menanggapi soal pembubaran Desa Pakraman, Putra menegaskan sangat berbahaya, Bali bisa kembali ke masa lampau dimana sekte-sekte menguasai pengelompokan umat yang sulit dibina. Benteng utama pertahanan Bali sesungguhnya adalah ada di Desa Pakraman yang menyangga pelaksanaan Dharma Agama melalui ritual dan ngaturang pengaci-aci untuk menjalankan agama itu sendiri.
Namun karena pendekatan ritual belum dipahami secara bebnar sesuai sastra agama maka perlu diberikan pencerahan agar antara tatwa, etika dan upacara berjalan harmonis. (*)
Komentar