IndonesiaBicara-Lombok Utara, (22/04/10). Kasus pertanahan di Lombok Utara satu persatu mulai naik ke permukaan. Kasus terbaru yang mencuat ialah klaim antara Dinas Kehutanan dan warga Dusun Kahuripan, Desa Rempek terkait lahan yang saat ini dikelola oleh warga. Sejak awal warga merasa tanah yang dikelola saat ini tidak menyalahi aturan, karena berada di belakang batas gegumuk (batas antara hutan lindung dan lahan yang boleh digarap-Red). Warga merasa diperlakukan tidak adil karena ada lahan yang sudah bersertifikat.
Ketua Komisi I DPRD Lombok Utara, Ardianto, SH yang ditemui wartawan mengemukakan, bahwa kemarin (21/04) pihaknya beserta rombongan berkesempatan mengunjungi Dusun Kahuripan untuk menemui warga terkait permasalahan pertanahan ini.
Pihaknya dalam kesempatan tersebut melihat langsung lokasi lahan sengketa yang saat ini diklaim oleh warga dan Dinas Kehutanan. Warga berdalih jika mereka telah menggarap lahan tersebut sejak dahulu dan berada didalam batas berupa gegumuk. Dari kunjungan ini ditemukan 80 persil lahan yang telah bersertifikat di areal tersebut dan dimiliki sejumlah pejabat Lombok Utara pada saat itu. “Pada tahun 1980-an ternyata ada sekitar 80 persil lahan yang memiliki sertifikat dikawasan Dusun Kahuripan,” ujarnya.
Temuan ini membuat pihaknya sempat heran karena yang memiliki lahan tersebut ternyata pejabat Lombok Utara pada saat itu (masa pemerintahan Lombok Barat-Red), meskipun saat ini tanah tersebut hampir semuanya dimiliki warga sekitar karena telah dijual. Masyarakat berharap pemerintah dalam hal ini DPRD dapat memberi jalan keluar terhadap permasalahan ini.
Dari segi pendapatan daerah tentunya akan menambah PAD karena lahan ratusan hektar yang dikelola warga tersebut yang telah berproduksi hingga saat ini tidak mengeluarkan pajak. “Lahan yang dikelola warga tidak mengeluarkan pajak karena tidak memiliki sertifikat dan SPPT, dengan penerbitan sertifikat tentunya akan menambah PAD daerah,” ujarnya.
Namun pihak DPRD hingga saat ini tidak serta merta mempercayai masyarakat, karena harus mensinkronkan data yang dimiliki Dinas Kehutanan dan BPN. “Kami tidak mau gegabah memutuskan siapa yang benar dan siapa yang salah (masyarakat atau dinas kehutanan-Red),” terangnya.
Rencananya minggu depan akan ada pertemuan antara pihak terkait dalam hal ini BPN, Dinas Kehutanan, dan masyarakat untuk mencari jalan keluar terkait permasalahan pertanahan khususnya di Desa Rempek. (pul)
Komentar