IndonesiaBicara-Kupang (12/09/11). Seminar sehari dengan tema evaluasi dan kajian Program Desa Mandiri Anggur Merah (DeMAM) dalam perspektif dan tantangan menuju kemandirian lokal berlangsung di Aula Utama Eltari Kantor Gubernur Provinsi NTT. Kegiatan yang merupakan sinergi antara Bapedda Propinsi NTT, PMKRI Cabang Kupang dan GMNI Cabang Kupang ini, dihadiri sekitar 60 orang.
Kepala Bappeda Provinsi NTT Wayan Darmawa mengatakan Indeks Kedalaman Kemiskinan pada keadaan Maret 2010 sebesar 4,74 % turun menjadi sebesar 4,20 % pada bulan Maret 2011. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan sebesar 1,43 % menjadi sebesar 1,27 % pada periode yang sama.
Pembangunan Desa Mandiri Anggur Merah melalui alokasi dana segar (fresh money) sebesar Rp 250 juta ternyata dapat menciptakan masyarakat desa yang maju dan produktif (increased income and living standard). Program ini berhasil mengembangkan komoditas jagung dan ternak untuk mendukung ketahanan pangan dan pengembangan ekonomi masyarakat.
Pengembangan perikanan budidaya, perikanan tangkap dan budidaya rumput laut. Pengembangan komoditas perkebunan berorientasi ekspor antara lain jambu mete, kakao dan kopi dan pengembangan Koperasi Simpan Pinjam di Desa/Kelurahan.
Sementara itu Pakar Ekonomi UNDANA, Prof Retendum menyatakan Program DeMAM harus dievaluasi dan harus melalui persiapan, pelaksanan, monitoring dan pengembangan SDM pendamping. Muatan politis dalam program DeMAM harus mendapat dukungan dari berbagai pihak. Dalam mengatasi mediasi bank yang tidak berjalan maksimal, maka program DeMAM dibuat. Pengembangan sektor riil Propinsi NTT yang tidak di gagas untuk pembangunan ekonomi. Persiapan masyarakat dan karakter dasar SDM yang utuh dapat menunjang keberhasilan program ini.
Narasumber lainnya, Vincent Bureni menyatakan dalam memberdayakan desa dengan Program DeMAM harus mandiri dalam mengatur dan mengurus berdasarkan sistem pemerintahan modern. Mandiri melalui inisiatif lokal dalam memanfaatkan berbagai aset dan potensi yang dimiliki serta sinergitas dan sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan semua level pemerintahan.
Lebih lanjut lagi Vincet menyampaikan kontrol dari warga lain diluar kelompok yang dibentuk ternyata masih lemah. Artinya tanggungjawab dan rasa memiliki warga terhadap program ini sebagai hak bersama (dana abadi desa) menjadi urusan kelompok yang sudah terbentuk bukan dana yang diperuntukan bagi semua warga di desa.
Keberadaan pemerintah desa hanya bersifat administrasi, seperti membuka rekening dan bukan sebagai penanggungjawab “PENGELOLAAN” untuk keberlanjutan program ini. Artinya pemerintah harusnya menyertakan perencanaan kelompok dan dana ini menjadi perencanaan dan dana publik dalam dokumen perencanaan dan penganggaran desa. (AP)
Komentar