IndonesiaBicara - Jurnalisme Independen Rakyat Indonesia

Pergub, Arahan Pusat dan RTRW Kabupaten Diharapkan Beri Solusi

IndonesiaBicara-Amlapura (17/03/11). Kerasnya batu ujian untuk memecahkan masalah RTRW-P Bali yang masih menyisakan pro-kontra di kalangan masyarakat Bali, sudah menyita banyak energi dan dampak kerugian bagi Karangasem. Selain menghambat pertumbuhan peluang investasi, juga memberi kendala dalam penyusunan perencanaan pengembangan wilayah dan potensi daerah.

Menurut Kepala Bappeda Kabupaten Karangasem I Wayan Arthadipa, (15/03) sebaiknya masalah pro-kontra Perda RTRW-P segera dihentikan agar tidak terus membuat kesenjangan yang mengarah pertikaian akibat perbedaan visi yang makin jauh bukannya kian saling mendekat. Perda RTRW-P semata-mata tidak dapat langsung dirujuk sebagai dasar hukum untuk mengatur masalah perijinan ditingkat Kabupaten melainkan harus ada penjabaran ditingkat Kabupaten dalam bentuk Perda RTRW Kabupaten.

Sementara hal krusial pasal 150 yang menegaskan berlaku surut, hendaknya dapat diakomodir dalam penjabaran Pergub dan adanya arahan dari Pusat dalam konteks konfirmasi masalah konsep Perda RTRW Kabupaten. Dengan demikian masih dua tahap untuk memberi peluang akomodasi substansi Perda RTRW-P. Paling tidak diharapkan ada win-win solution ataupun kearifan untuk tidak menimbulkan gejolak lebih jauh saat penerapan Perda tersebut di lapangan.

Sebaiknya memang harus diikuti dulu proses yang mesti bakal berjalan setelah Perda itu mulai berlaku, sambil melakukan kajian-kajian secara lebih jernih nantinya diharapkan bisa diperoleh suatu solusi dan jalan keluar yang elegan dan bisa diterima semua pihak tanpa ada unsur kalah dan menang, ungkap Wayan.

Publik Bali dan elit politik sama saja, berharap agar Perda tersebut memberi kemaslahatan bagi masyarakat, namun karena perbedaan visi yang relatif tajam malah menjadi tidak saling mendekat tetapi cenderung kian menjauh.

Hendaknya dihindari timbulnya blok diantara umat Bali, sebaiknya semua mengatasnamakan masyarakat, maka untuk itu perlu dicapai suatu konklusi yang sejuk dengan mendengar lebih arif apa yang menjadi visi masing-masing. Jangan sampai seperti gambaran masyarakat Bali yang kerap dikenal saling cakar dengan semeton sendiri, sehingga persatuan internal rapuh maka menjadi peluang empuk bagi oknum yang ingin menghancurkan Bali .

Bupati Karangasem I Wayan Geredeg, sebelumnya mengatakan bahwa itikad yang hendak diutarakan bukanlah bermaksud untuk menentang Perda, melainkan mengharapkan aturan hukum yang akan dijalankan nantinya, agar tidak bertentangan dengan kondisi riil di lapangan.

Masalah menjaga kesucian Pura sudah harga mati namun kepekaan terhadap realita yang ada juga tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena akan menjadikan produk hukum hanya menjadi macan kertas. Kondisi riil yang bertentangan di Kabupaten Karangasem adalah kondisi di seputar area suci Pura Dang Kahyangan Silayukti.

Didalam Perda 16 ditetapkan bisama kesucian Pura sejauh 2 km, namun kenyataan di area itu sudah banyak hotel dan restoran serta pusat ekonomi pelabuhan laut Padangbay, harus diperoleh solusi yang arif. Jika dipaksakan tentunya akan menimbulkan masalah yang tidak kalah besarnya dengan keinginan yang diharapkan.

Kondisi Padangbay juga tidak kalah rumitnya dengan kondisi Candidasa yang ada sekarang, manakala aturan Perda itu harus dilaksanakan apakah pemerintah mampu untuk mengganti bangunan yang sudah ada? Ini hal yang mustahil.

Saat ini yang lebih penting adalah bagaimana menyusun aktifitas yang memang dilarang di kawasan suci sesuai bisama untuk Pura Sad Kahyangan dan Pura Dang Kahyangan sehingga benar-benar merupakan kesepakatan masyarakat yang bisa tidak sama di wilayah lain.

Maka dalam konklusi sosialisasi Ranperda RTRW & persamaan persepsi penerapan RTRW di Kabupaten Karangasem sebelumnya, telah disimpulkan bahwa posisi Karangasem tetap mengharapkan adanya kebijakan khusus sebagai penjabaran Perda RTRW yang ada.

Selanjutnya, permasalahan tata ruang secara umum di Kabupaten Karangasem antara lain rendahnya tingkat kesadaran investor dalam mencari informasi tentang tata ruang (advice planning) sebelum melakukan investasi.

Disamping itu investor cenderung memanfaatkan organisasi masyarakat setempat (misal Desa Pakraman) dalam mencari dukungan untuk berinvestasi ataupun melakukan pembangunan, sehingga kecenderungan pembangunan melanggar sempadan pantai, sempadan jurang, sempadan sungai serta pelanggaran RTH berfungsi lindung.

Sementara itu kelemahan itu diikuti pula dengan lemahnya pengawasan dan pengendalian, adanya persepsi yang berbeda diantara aparatur pemerintah dalam memahami peraturan yang ada, indikasi banyak usaha illegal galian C diluar kawasan pertambangan dan cenderung menimbulkan kerusakan lingkungan alam dan infrstruktur. (Din/*)

Tinggalkan Balasan

 

 

 

Anda dapat menggunakan penanda HTML berikut

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

What is 8 + 10 ?
Please leave these two fields as-is:
PENTING! Untuk melanjutkan Anda harus menjawab pertanyan di atas.