IndonesiaBicara-Jakarta, 9 Juli 2009. Dalam sesi wawancara dengan para wartawan Ketua Komisi Pemilihan Umum Abdul Hafidz Anshari mengatakan tidak berkeinginan untuk mengadakan penghitungan cepat berbasis IT seperti pada Pemilu Legislatif lalu karena dianggap tidak maksimal. IFES (International Foundation Electoral System) salah satu lembaga yang mengajukan sistem perhitungan elektronik Pada Pileg kemarin membutuhkan dana Rp. 20 miliar untuk memasang jaringan, namun dinilai kurang efektif. “Tiba-tiba ada tawaran untuk mengadakan sistem sms tidak keluar biaya apa-apa,” maka cara ini digunakan untuk menginformasikan hasil perolehan suara sementara kepada masyarakat.
Hafidz mengakui yang selama ini membantu seperti alat-alat simulasi dan perbanyakan sosialisasi juga dari lembaga asing, namun melalui mekanisme yang berlaku. “Mereka mengajukan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional jika disetujui lalu ditawarkan ke KPU.”
Terkait Peristiwa penghancuran TPS di Papua Hafidz menganggap sebenarnya bukan termasuk masalah pemilu, “Ada segelintir oknum yang manfaatkan momen pemilu untuk mengacau.”
Menanggapi gugatan pelanggaran Hafidz mengaku senang jika pelanggaran jangan diwacanakan saja tapi ditindak. “Karena Negara kita adalah Negara Hukum. Biro hukum KPU sudah disiapkan dan kita sudah meminta menyiapkan data2 yang valid dan konkrit dari petugas untuk menghadapi sengketa Pemilu.”
Ada 104 ribu TPS yang mendaftarkan nomor telpon untuk hitung cepat versi KPU tetapi baru masuk sekitar 40 ribu.(inong)
Komentar