Indonesia Bicara-Bandar Lampung , (21/10). Menurunnya Penerimaan Asli Daerah (PAD) Provinsi Lampung dari hasil ekspor kopi dan gula tebuPada 21 Oktober 2009 diungkapkan oleh , Ir. Sutono, MM. (Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Lampung). Berdasarkan hasil ekspor kopi dan interkoneksi gula antar daerah yang mencapai Rp. 11,1 Triliun, Pemprov Lampung kehilangan potensi PAD mencapai 10 Miliar setiap tahunnya. kerugian ini lebih disebabkan karena belum adanya peraturan hukum yang mengatur perpajakan ekspor kedua komoditi tersebut. Ekspor kopi dan gula tebu Provinsi Lampung pada 2008 lalu masing-masing bisa menghasilkan keuntungan sebesar ,6 Triliun dan Rp 5,5 Triliun, dan jika diambil dari margin dan pajak seharusnya ada kontribusi terhadap PAD minimal 10 persen.
Tidak adanya keuntungan yang masuk ke dalam kas daerah dari ekspor kedua komoditi perkebunan tersebut, dikarenakan belum adanya peraturan hukum yang mengharuskan demikian. Selama ini, keuntungan dari kedua komoditi itu hanya masuk dari sektor sumbangan Pihak Ketiga atau CSR (Corporate Sosial Responsibility) perusahaan-perusahaan eksportir kopi dan tebu. Jika UU yang saat ini tengah diperjuangkan oleh DPD RI dapat terealisasi, akan dapat mendongkrak sumbangan PAD sektor perkebunan Lampung.
Persoalan yang dihadapi Pemprov Lampung dapat diatasi dengan alternatif lain, seperti melalui penanaman saham di perusahaan, Pemda ikut dalam bisnis gula atau penegasan manfaat dan kontribusi CSR yang diberikan perusahaan kepada Pemda. Untuk itu, Pemprov Lampung bersama 18 gubernur dari daerah yang mempunyai wilayah perkebunan yang luas, mengusulkan agar ekspor komoditas kopi dan gula tebu juga dikenakan pajak.
Terkait hilangnya potensi sumbangan dari Kopi dan Tebu itu, Pemprov. Lampung telah mengusulkan kepada Pemerintah Pusat untuk memberikan kebijakan terkait bagi hasil ekspor kopi dan gula tebu melalui peningkatan dana alokasi umum (DAU) jika revisi terhadap undang-undang itu belum dapat dilakukan. Luas wilayah perkebunan harus menjadi dasar penentuan besaran DAU dari pusat, karena selama ini, luas wilayah perkebunan belum menjadi referensi dalam penentuan besaran dana DAU.
Menyikapi penurunan Pendapatan Asli daerah (PAD) dari sektor perkebunan tersebut, seharusnya Pemprov Lampung membuat Perda yang mengatur kontribusi/pajak ekspor perkebunan. Dengan demikian diharapkan kedepan sektor perkebunan dapat memberikan kontribusi penuh bagi PAD guna mensejahterakan kehidupan masyarakat.Perlu adanya koordinasi antara Dinas terkait dan stakeholder yang terlibat dalam kegiatan ekspor impor produk kopi dan gula tebu, sehingga kebijakan yang diberikan kepada para pengusaha kedua komoditas tersebut juga harus diimbangi dengan kontribusi nyata bagi pembangunan daerah Provinsi Lampung. (deny)
Komentar