
Pertemuan Pansus Tailing DPRD KSB dengan pemerhati lingkungan terkait dengan aktivitas pembuangan tailing PT NNT.
IndonesiaBicara.com–Mataram, (01/06/11). Pansus Tailing DPRD Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) gelar pertemuan dengan beberapa lembaga pemerhati lingkungan hidup di Mataram, Rabu malam.
Pertemuan yang dimotori oleh anggota Pansus bertujuan untuk menyerap aspirasi dari lembaga pemerhati lingkungan seperti Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) NTB dan beberapa lembaga lainnya.
Kegitan tersebut dihadiri langsung oleh Ketua Pansus Mancawari dan Sekretaris Pansus Andi Laweng, dan anggota lembaga peneliti hukum Universitas Mataram dan Ketua STN NTB.
Pada kesempatan tersebut dibicarakan dampak dari tailing yang selama ini dibuang oleh pihak PT NNT ke laut karena diduga telah mengakibatkan terjadinya pencemaran dan merusak ekosistem yang ada dilaut.
Selain itu dibahas pula terkait dengan perpanjangan ijin untuk membuang tailing ke laut yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah.
Dimana nantinya diharapkan dari hasil pertemuan yang dilakukan dengan beberapa lembaga yang peduli di bidang lingkungan hidup, para ahli, dan instansi terkait, Pansus bisa mengeluarkan rekomendasi yang akan diberikan ke pihak Pemda KSB.
Sebagaimana diketahui pada tahun ini, DPRD KSB telah membuat tiga pansus yang semuanya menyangkut pertambangan. Pansus pertama mengenai konsentrat, Pansus keberadaan tenaga kerja dan yang terakhir adalah Pansus tailing.
Ketua Pansus Tailing Mancawari memaparkan bahwa terbentuknya Pansus atas dukungan masyarakat dan selanjutnya ingin mengetahui lebih jauh tentang dampak dari tailing PT NNT.
“Kami (Pansus-red) telah melakukan pertemuan dengan BLHP NTB, Seknas WALHI, Kementerian LH mempertanyakan penerbitan izin tailing,” ucapnya.
Menurutnya bahwa setelah dilakukan koordinasi dengan pihak Kementerian LH bahwa ijin perpanjangan pembuangan tailing sudah dikeluarkan dengan kurun waktu 5 tahun namun untuk tiga bulan kedepan setelah dikeluarkan ijin tersebut masih ada kesempatan untuk menyikapi ijin tersebut dengan dilakukannya pertemuan bersama Kementerian LH.
Sementara itu, menurut Sekretaris Pansus, Andi Laweng mengatakan bahwa semua pihak perlu menyatukan persepsi bahwa tailing ini adalah bahan yang berbahaya.
Sedangkan terkait dengan dikeluarkannya perpanjangan iizin pembuangan tailing ke laut menurut Kementerian LH sudah sah menurut hukum. Namun sangat disayangkan dalam pengambilan keputusan tersebut tidak ada keterlibatan Pemkab KSB dan Pemprop NTB.
Disebutkan pula terkait dengan penelitian yang telah dilakukan oleh PT NNT dengan melibatkan para ahli, diakui terjadi pencemaran, tapi masih di ambang batas.
“Mereka tidak mempertimbangkan akumulasi dampak pencemaran tersebut. Contoh kasus pencemaran di Teluk Buyat, beberapa puluh tahun lalu beroperasi, baru sekarang terlihat dampaknya pada manusia,” tegas Andi.
Lain pula yang diungkapkan oleh Ketua WALHI NTB Ali Al Khairi bahwa dampak dari tailing sangat berpengaruh terhadap hancurnya sumber hidup rakyat .Mmengacu pada kejadian yang terjadi di Buyat, terjadi ancaman serius terhadap kesehatan manusia dan ekosistem laut. Bahkan dampak sosial, politik, seperti penolakan warga direspon dengan tindakan represif akan muncul pula.
Menurutnya bahwa NTB memiliki kerawanan ekologi yang tinggi, pembuangan tailing di tempat yang terletak pada pertemuan dua lempeng bumi, akan berakibat pada teraduknya lumpur tailing dan mencemari ekosistem laut di Teluk Senunu.
Berdasarkan hasil pantaun di lapangan, pembuangan 120 ribu ton/hari telah menyebabkan menurunnya pendapatan nelayan di Sumbawa dan Lombok Timur karena rusaknya biota laut. Plankton menghilang sehingga tidak ada lagi makanan ikan.
Untuk di darat, kebocoran pipa menyebabkan gagal panen di Desa Tongo Sejorong. Padi berwarna merah, padahal saat itu bukan saat musim kemarau. 150 pohon mangga mati dan hewan peliharaan banyak yang sakit dan mati .
Menurut salah satu dosen Fakultas Hukum Unram Lalu Saefudin Gayep bahwa secara hukum, banyak pasal yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah terkait perizinan, pengendalian pencemaran LH dan KLHS. (*)
Komentar