IndonesiaBicara-Muara Teweh, (10/03/10). Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI George Toisutta, meresmikan monumen Panglima Batur di Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara (Barut) Kalimantan Tengah (Kalteng).
Peresmian monumen pejuang perang Barito setinggi empat meter terbuat dari tembaga dan perunggu dengan berat 800 kilogram dilakukan di sekitar Taman Seribu Riam di Muara Teweh, Selasa (09/03).
Kunjungan kerja KSAD ke kabupaten pedalaman Sungai Barito itu didampingi Pangdam VI Tanjung Pura, Mayjen TNI Tono Suratman, Danrem 102/Panju Panjung, Kolonel Arm Rudiono Edi dan Wakil Bupati Barito Utara, Oemar Zaki Hebanoedin.
KSAD TNI-AD, Jenderal TNI George Toisutta pada peresmian mengatakan sangat mengagumi kepeloporan tentang bagaimana seorang tokoh Panglima Batur sebagai rakyat kecil berjuang dari seorang anak desa bisa secara ikhlas berjuang untuk bangsanya pada saat itu.
“Kita adalah generasi penerus dari Panglima Batur yang sudah memiliki wawasan luas, namun belum mampu mewarisi ketegasan pejuang ini,” katanya.
Menurut KSAD, pengorbanan yang paling besar Panglima Batur ialah jiwa raganya, sekarang sudah susah melihat atau mendapat contoh dari generasi muda ataupun generasi tua yang ada di negara ini dan sudah sulit melihat atau mendapat contoh yang telah di perbuat oleh Panglima Batur.
“Saya mengingatkan kepada semua khususnya masyarakat Muara Teweh ada pepatah, slogan semboyan dan moto yang selalu diucapkan oleh pemimpin-pemimpin bangsa kita, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa,” kata George Toisutta.
Sementara Bupati Barito Utara Achmad Yuliansyah, dalam sambutannya yang di bacakan Wakil Bupati Drs. Oemar Zaki Hebanoedin mengatakan, satu hal yang menjadi kebanggaan masyarakat Barut, bahwa sejak berdirinya Kabupaten Barut 59 tahun lalu, baru kali ini dikunjungi oleh pimpinan tertinggi TNI Angkatan Darat.
“Untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada bapak KSAD semoga kehadiran di Kota Muara Teweh dapat semakin meningkatkan semangat kami untuk menciptakan Barito Utara yang maju, mandiri, sejahtera, berdaya saing, bermartabat serta aman, tertib dan terkendali,” kata Oemar Zaki.
Tujuan didirikannya monumen ini, disamping untuk mengenang jasa-jasa dan perjuangan Panglima Batur dalam mengusir kaum penjajah, khususnya di Kabupaten Barut ialah juga mempunyai tujuan dalam rangka membangun dan meningkatkan semangat juang patriotisme masyarakat dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) khususnya di Kabupaten Barut, Kalteng.
Monumen Panglima Batur ini dalam upaya pengungkapan peristiwa sejarah di wilayah ini,guna memberikan makna yang berarti bagi pengetahuan historisme bagi masyarakat.
Panglima Batur lahir tahun 1852 di Desa Buntok Baru, Kecamatan Teweh Tengah, Barut, meninggal di usia 53 pada tanggal 5 Oktober 1905 dan dimakamkan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Pejuang itu, terbunuhnya dengan cara digantung oleh Belanda tahun 1905 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Seorang tentara Belanda yang menghukum gantung pejuang rakyat pedalaman Barito ini juga merupakan pelaku yang mengeksekusi pejuang rakyat Aceh yang juga telah jadi pahlawan nasional bernama Teuku Umar.
Pejuang di Daerah Aliran Sungai Barito itu merupakan tangan kanan pejuang lainnya yaitu Sultan Muhammad Seman (anak Pangeran Antasari-Pahlawan Nasional Kalimantan Selatan).
Kawasan yang menjadi tempat pertempuran melawan imperialisme Belanda adalah di sekitar Desa Buntok Baru, Butong, Lete, Mantehep (dekat Muara Teweh) bahkan sampai ke wilayah Manawing dan Beras Kuning wilayah hulu Barito.
Pejuang dari DAS Barito ini ditangkap Belanda di Muara Teweh pada 24 Agustus 1905 dan dibawa ke Banjarmasin, kemudian dihukum gantung dengan tuduhan makar, hukuman sempat tertunda sepekan tapi setelah akan digantung ternyata pejuang ini sudah meninggal.
Jasad pejuang itu tetap dibawa ke tiang gantungan untuk diperlihatkan kepada masyarakat bahwa Panglima Batur benar-benar dihukum gantung dan jenazahnya dikubur di Kuin Banjarmasin, selanjutnya pada tanggal 21 April 1958 makamnya dipindahkan ke belakang Masjid Jami, Sungai Jingah, Banjarmasin.
Komentar