IndonesiaBicara-Legian, 25 Juni 2009, LSM lingkungan hidup Greenpeace kembali beraksi dengan melakukan unjuk rasa di depan hotel Padma Bali untuk menuntut negara-negara ASEAN mengurangi pembangkit listrik tenaga batubara dan berinvestasi pada energi terbarukan. Aksi tersebut dilaksanakan bertepatan dengan berakhirnya acara 7th Asean Forum On Coal (AFOC) Council Meeting Indonesia yang telah berlangsung dari 24 – 25 Juni 2009 di Padma Hotel.
Aktifis Greenpeace yang dipimpin oleh Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara, Arif Fiyanto melakukan aksi hanya dengan membentangkan spanduk bertuliskan ”Quit Coal, Go Renewable” dan ”Coal kills” tanpa melakukan orasi.
Menurut Arif Fiyanto, ASEAN masih bergantung pada batubara sehingga dapat membawa beberapa kawasan Negara Asia menuju percepatan perubahan iklim. “Dampaknya antara lain terjadinya kekeringan, banjir, kelaparan dan berkurangnya hasil pertanian yang dapat mengancam kehidupan jutaan orang”.
Berikut pemaparan beberapa fakta oleh Arif Fiyanto terkait dengan tema unjuk rasa Greenpeace tersebut:
- ASEAN seharusnya menyepakati rencana untuk keluar dari pemanfaatan batubara dan beralih pada ekonomi yang rendah karbon.
- Bank Pembangunan Asia (ADB) dan program lingkungan untuk Asia Tenggara (EEPSEA) mengidentifikasi bahwa Asia Tenggara adalah satu di antara kawasan yang paling rentan terhadap perubahan iklim. ADB memperkirakan setidaknya kawasan ini akan kehilangan enam atau tujuh persen pendapatan tahunan atas dampak perubahan iklim di akhir abad ini jika tidak ada tindakan untuk mengatasi perubahan iklim.
- Selain itu, Indonesia sudah mengeluarkan biaya kemanusiaan untuk bencana di Sawahlunto, Sumatera Barat yang menelan korban 31 penambang meninggal dunia.
- Emisi CO2 yang dihasilkan para pengguna bahan bakar kendaraan bermotor atau mesin-mesin pabrik, gas dari rumah kaca di Indonesia akan terus meningkat di tahun 2050 jika tidak ditanggulangi, dan Negara-negara ASEAN perlu untuk memikirkan strategi cara penggunaan, produksi, menyimpan dan mendistribusikan energi yang dapat menurunkan emisi gas rumah kaca.
- Negara-negara ASEAN banyak memiliki sumberdaya energi yang terbaharui dan harus segera dikembangkan, sebagai contoh: Indonesia memiliki cadangan energi geothermal terbesar di dunia dan bisa menyediakan 9,5 gigawatt energi hingga tahun 2025, namun saat ini kurang dari lima persen sumber panas bumi yang digunakan. Oleh karena itu, Greenpeace mendesak pemerintah Indonesia dan ASEAN untuk meningkatkan sasaran pada energi yang dapat diperbaharui, terutama panas bumi, angin, tenaga surya dan micro-hydro serta mengembangkan produk hukum dan peraturan yang selama ini jadi hambatan terbesar dalam investasi di bidang energi.
- Satu-satunya solusi yang akan menjauhkan kita dari malapetaka iklim dan memberi kita masa depan adalah memanfaatkan semua energi yang dapat diperbaharui dan mengurangi penggunaan batubara secara bertahap. (Ari)
Komentar