IndonesiaBicara-Mataram, (08/12/10). Fakultas Hukum Universita Muhammdiyah Mataram menyelenggarakan diskusi publik terkait dengan Hari Anti Korupsi. Diskusi dengan tema “Peradilan Bersih Tanpa Korupsi” dihadiri ratusan mahasiswa dengan narasumber yang berasal dari kalangan akademisi, penegak hukum dan tokoh masyarakat.
Dosen Fakultas Hukum UMM, Agusfian Wahab, saat memulai diskusi kali ini menyatakan bahwa pola praktek korupsi bukan hanya ada di peradilan saja melainkan ada beberapa di institusi pemerintah. Di dalam tubuh Kepolisian, korupsi kerap terjadi mulai dari tahap penyelidikan, tahap penyidikan dan hingga tahap pengaturan tahanan.
Demikian juga di tingkat Kejaksaan dimana korupsi terjadi mulai dari saat penyidikan hingga negosiasi perkara di persidangan. Pada tahap persidangan sendiri, indikasi korupsi terjadi saat penentuan hakim, negosiasi keputusan dan penundaan eksekusi. Pungutan-pungutan liar juga terjadi di tingkat Lembaga Permasyarakatan, imbalan berupa uang dapat membuat seorang tahanan mendapatkan status istimewa dengan pertolongan dari pengacara dan aparat terkait.
Ketua Pengadilan Negeri Mataram, Ali Makki yang juga menjadi pembicara menyampaikan bahwa pada dasarnya peradilan yang bersih tanpa adanya korupsi dapat dilaksanakan di semua daerah. Akan tetapi sangat sulit untuk memberantas secara keseluruhan sebab korupsi bukan hanya ada di tingkat peradilan saja melainkan ada juga ditingkat penyidik, penuntut, pengadilan sampai dengan tempat penahanan tersangka.
Menanggapi permasalahan yang ada diseputar dunia peradilan, Humas Kejaksaan Tinggi NTB, Sugiyanta mengungkapkan bahwasanya Kejati NTB masih optimis untuk dapat merubah peradilan di wilayah Indonesia khususnya di Propinsi NTB walaupun sistem pengadilan di Indonesia cukup rumit. Perilaku salah kaprah ikut menyebabkan sulitnya penegakkan atau pelaksanaannya pemberantasan korupsi di peradilan Indonesia.
“Peradilan dapat bebas dari korupsi apabila SDM yang ada dapat bekerja secara disiplin dan sesuai sistem kerjanya tanpa mikirkan keuntungan pribadi atau golongan, hal tersebut harus juga di dukung oleh kesejahteraan para aparatnya,” ungkap Sugiyanta.
Tokoh masyarakat dan juga bagian dari Advokasi Somasi NTB, L Ahyar Supriyadi menganalisa bahwa saat ini penanganan kasus korupsi di wilayah NTB sangat lambat dan dibutuhkan komitmen para pihak penegak hukum untuk dapat menyelesaikan segala permasalahan yang menyangkut kasus korupsi tanpa pandang bulu walaupun akan membutuhkan waktu yang lama.
“Lembaga hukum harus merubah cara berkomunikasi dengan masyarakat, diperlukan cara-cara yang lebih terbuka untuk menyelesaikan kasus korupsi,” pungkasnya. (Ary)
Komentar