Indonesiabicara-Tangerang Selatan, (16/01/10). Pemberlakuan perdagangan bebas ASEAN-China terus menuai penolakan, khususnya oleh kalangan buruh. Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia/FSPMI Tangerang, Riden Hatam Aziz kepada indonesiabicara.com (15/01) menjelaskan pada dasarnya seluruh Aliansi dan Serikat Pekerja di wilayah Tangerang menolak dengan diberlakukannya Free Trade Agreement (FTA), karena Indonesia dinilai belum siap, terutama dalam hal SDM dan kebijakan serta peraturan pendukungnya.
“Jika FTA tetap dilaksanakan maka perlu dipertimbangkan oleh Pemerintah agar menghapuskan PPh Ps 21 yang selama ini ditanggung oleh pekerja, selain itu pemerintah agar menurunkan suku bunga bank karena jika tidak diturunkan maka pengusaha akan kesulitan keuangan dalam melunasi pinjaman-pinjamannya dan akhirnya tidak bisa bersaing dengan pengusaha asing,” jelas Riden.
Untuk menyikapi permasalahan ini Aktivis buruh dan pekerja yang tergabung dalam Aliansi Serikat Pekerja dan Buruh Tangerang akan mengadakan pertemuan, untuk membahas langkah apa yang akan ditempuh dalam melakukan penolakan terhadap FTA. “Pengurus Aliansi dan Serikat Buruh Tangerang akan bertemu di kantor kami dikawasan Jati Uwung,” kata Riden.
Pernyataan Riden Hatam Azis didukung oleh Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia/KASBI Banten Koswara dan Ahmad Saukani yang juga Ketua Serikat Pekerja Nasional/SPN Kabupaten Tangerang. “Secara organisasi KASBI menolak kebijakan-kebijakan yang akan merugikan buruh seperti outsourcing, apalagi dengan pemberlakuan FTA yang sudah pasti akan merugikan buruh. Dengan FTA, produk-produk dari China dengan tidak bisa dibendung akan masuk ke Indonesia. Konsumen tentunya akan memilih produk dari China, sedangkan produk lokal tidak ada peminatnya, pada akhirnya buruh akan di PHK karena pabrik rugi dan tutup,” ucap Koswara.
Tanggal 28 Januari 2010, tambah Koswara, anggota KASBI Banten akan melakukan aksi unjukrasa mengkritisi 100 hari kinerja Pemerintahan SBY bergabung dengan elemen mahasiswa dan LSM. “FTA termasuk kebijakan SBY, untuk itu perlu dikritisi karena merugikan bagi buruh,” tambahnya.
SPN melalui Aliansi Serikat Pekerja dan Buruh Tangerang belum menentukan langkah penolakan FTA. “Kalau saya berpendapat, langkah yang tepat atas penolakan FTA ini adalah dengan melakukan audiensi dengan Gubernur Banten. Dalam era otonomi ini diharapkan Gubernur Banten bisa mengeluarkan kebijakan untuk membendung masuknya produk-produk dari China. FTA ini akan berdampak pada bidang usaha kecil seperti home industry maupun industri menengah. Alasannya adalah ongkos memproduksi produk lokal akan lebih mahal dibandingkan produk yang datang dari China. Dengan keadaan ini tentunya, konsumen akan lebih memilih produk China yang lebih murah dan berkualitas,” kata Ahmad Saukani.
Menurut Ahmad Saukani Pemerintah Daerah diharapkan lebih berperan untuk menyelamatkan perusahaan yang ada didaerah, melalui kebijakan pembatasan barang yang masuk.
Sementara itu saat dihubungi melalu telpon selulernya Sekretaris Serikat Pekerja Seluruh Indonesia/SPSI Kota Tangerang, Dedi mengungkapkan bahwa FTA merupakan kebijakan dari Pemerintah Pusat, untuk itu SPSI melalui Dewan Pimpinan Pusat (DPP) SPSI sudah pernah mengirimkan surat kepada Presiden terkait dengan pemberlakukan FTA ini.
“Indonesia sepertinya belum siap menghadapi FTA, untuk itu SPSI melalui DPP menginginkan agar pemberlakuan FTA di tunda terlebih dahulu, sambil menunggu kesiapan SDM para pekerja maupun modal yang ada pada pengusaha”, ucap Dedi.
Diperkirakan yang terkena dampak langsung dari FTA dan masuknya produk China adalah bidang garmen dan tekstil. Pabrik yang bergerak dibidang garmen dan tekstil untuk wilayah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangsel sebanyak 400 pabrik dengan menyerap tenaga kerja sekitar 82.000 buruh sedangkan untuk Kota Tangerang mencapai 880 pabrik dengan menyerap tenaga kerja sekitar 183.000 buruh. (rintho)
Komentar