IndonesiaBicara-Jakarta. Aliansi Manado angkat bicara sehubungan dengan hasil World Ocean Confrention (WOC) yang dilaksanakan Mei 2009 lalu. Dalam diskusi tersebut M. Riza Damanik (Sekjen KIARA) mengatakan diplomasi yang selama ini dilakukan hanya mengangkat tema perubahan iklim. Namun tidak mengikut sertakan dampak dari perubahan iklim yang mengakibatkan Indonesia sulit menetapkan wilayah-wilayah perbatasan dan tingginya koflik di wilayah perbatasan dengan Negara-negara tetangga.
“Seharusnya ada diplomasi batas kewilayahan dalam diplomasi perubahan iklim yang makin mengaburkan batas wilayah di 6 negara tersebut, ” ujarnya berapi-api. Keenam Negara yang dimaksud adalah Malaysia, Indonesia, Filiphina, Kepulauan Solomon, Timor Leste, dan Papua Nugini yang tergabung dalam Coral Triangle Initiative (CTI). Lembaga CTI inilah yang katanya akan mengurangi dampak perubahan iklim dengan melakukan riset.
“Pembiayaan riset yang dilakukan oleh CTI katanya menggunkan dana pribadi, namun pada pelaksanaannya mereka membuat retribusi internasional seperti di pulau Komodo dan rencananya merambat ke Rajaempat, Papua. Wilayah-wilayah yang diretribusikan tersebut juga dimasifkan industri pariwisatanya. Dengan dalih laut adalah penyerap karbon mereka melakukan risert yang seharusnya hanya Indonesia sebagai pemilik wilayah yang dapat melakukannya. Akhirnya Indonesia hanya menjadi tamu di negerinya sendiri. Dan wilayah yang disebut Coral Triangle ini 89,3 %nya adalah laut Indonesia.”
Menurut Riza, Aliansi Manado sudah mengajukan pembuatan Undang-undang pemanfaatan sebagai payung yang basisnya di kelautan. UU ini dapat mengatur UU aset Negara yang lain dan meleburkan UU pengelolaan sumber daya alam dalam UU sektoral yang spiritnya harus berdasarkan Negara kelautan. UU ini pula harus menganggap nelayan tradisional memiliki hak terhadap laut juga menjadikan laut sebagai ruang hidup sehingga tidak boleh membuang hasil reduksi sector lain yang dapat mencemarkan laut.(Mut)
Komentar