IndonesiaBicara-Pangkalpinang, (22/06/11). Dalam rangka menyikapi penyiksaan yang dilakukan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang marak terjadi, Forum Lingkar Studi Progresif (FLSP) Bangka Belitung melakukan penggalangan dana. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk memberikan dukungan terhadap para TKI yang menjadi korban kekerasan, sementara disisi lain Pemerintah dianggap kurang memberikan respon dalam menyikapinya.
Penggalangan dana yang dilakukan FLSP Bangka Belitung, sebelumnya diawali dengan digelarnya bentuk teaterikal yang menggambarkan bagaimana kekerasan dan ketidak-adilan yang terjadi pada Darsem dan Ruyati sebagai salah satu TKW yang berada di Arab Saudi. Aksi teaterikal tersbut dilakukan di simpang empat Jalan Ahmad Yani dan mendapatkan perhatian sejumlah pengguna jalan.
Andira, mahasiswa Universitas Bangka Belitung mengatakan, bahwasannya Pemeritah jangan hanya diam saja, kejadian yang dialami oleh Ruyati harus menjadi pelajaran, jangan sampai ada Ruyati-Ruyati lain. Pemerintah harus sigap dengan nasib para TKW, jangan hanya janji-janji dan slogan politis saja yang terucap, masalah ini butuh penyelesaian dan tindakan nyata.
“TKW sering mengalami kebingungan mencari tempat mengadu terhadap permasalahan yang mereka alami, dan sementara itu para penguasa yang ada Indonesia hanya sibuk dengan berkoar-koar tentang perlindungan TKI di Internasional, namun bukti nyatanya kosong. Dimana pernyataan Presiden yang mengatakan perlindungan penuh terhadap buruh, nyatanya tidak ada sedikit pun itikad dari penguasa tersebut untuk melindungi,” tandasnya.
Sementara mahasiswa lainnya, Johan yang juga merupakan koordinator dalam aksi tersebut mengungkapkan, aksi damai dilakukan terhadap Darsem selaku TKW yang bakal dihukum mati, agar jangan ada lagi kejadian yang sama menimpa TKW asal Indonesia. Susilo Bambang Yudhoyono tidak responsif terhadap permasalahan yang dialami oleh para TKW yang berada di luar negeri, beliau hanya sibuk dengan urusan pencitraannya.
“Aksi kali ini, yang kawan-kawan FLSP lakukan adalah sebagai bentuk berkontribusi untuk penggalangan dana di Pangkalpinang dan aksi keprihatinan ini pun bersifat nasional dilakukan oleh seluruh mahasiswa di Indonesia. Aksi ini juga dilakukan adalah untuk menegur para penguasa atau pemangku jabatan agar lebih responsif,” ujar Johan.
“Di zaman Presiden Gusdur dulunya, dimana salah seorang TKW asal Indonesia yang bernama Zaenab juga mengalami hal yang sama dengan Ruyati dan Darsem, namun setelah Gusdur menelpon dan melakukan perundingan dengan Raja Arab Saudi, sehingga hukuman yang dialami oleh Zaenab pun batal dilakukan,” imbuhnya.
Dirinya berharap, Presiden SBY membukakan lapangan pekerjaan yang sebanyak-banyaknya, sesuai dengan amanat UU.
“Bagaimana rakyat Indonesia mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, namun kenyataan itu belum didapatkan, dengan itu jargon kami siang ini adalah, di dalam negeri kelaparan, diluar negeri disiksa dan berujung pada hukuman mati”, sambungnya.
Dipenutup dialog, Johan menambahkan bahwa pemerintah juga mesti melakukan diplomasi, dan optimalisasi pengawasan oleh PJ-TKI dan Kementerian Luar Negeri, karena itu semua berfungsi untuk azas teritorial perlindungan warga Negara di luar negeri.
Seperti halnya difungsikan terhadap Nazarudin yang diberikan perlindungan di Singapura, namun yang mesti dipikirkan juga bagaimana Ruyati dan Darsem serta 28 TKW lainnya. (Sj)
Komentar