IndonesiaBicara.com – Mataram (23/12/11) Unjuk rasa kali ini diwarnai aksi saling dorong dengan aparat Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja (PP) Pemprov Nusa Tenggara Barat (NTB) yang mendapat dukungan dari aparat kepolisian.
Puluhan mahasiswa asal Kabupaten Bima, kembali berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Nusa Tenggara Barat, di Mataram, Jumat pagi, guna menyoroti polemik tambang emas di Kecamatan Lambu.
Lebih dari empat kali kelompok mahasiswa yang menamakan diri Solidaritas Mahasiswa untuk Rakyat Lambu itu, mendorong pintu gerbang yang kemudian dibendung oleh Satpol PP dan aparat kepolisian, hingga aksi massa itu nyaris berujung bentrokan fisik.
Kabag Humas dan Protokoler Setda NTB H Lalu Moh Faozal, sebagai pewakilan Pemprov NTB, menemuia massa aksi malah diusir oleh mahasiswa yang menilai Faozal sudah seringkali menanggapi tuntutan pengunjuk rasa, namun hanya sekadar bicara disertai janji-janji yang tidak jelas arah penyelesaiannya.
Sama seperti aksi-aksi sebelumnya, yakni menuntut pencabutan izin usaha pertambangan yang diberikan Bupati Bima Ferry Zulkarnaen kepada dua perusahaan tambang pemegang IUP yaitu PT Sumber Mineral Nusantara dengan luas wilayah tambang 24.980 hektare dan PT Indo Mineral Citra Persada dengan luas wilayah tambang 14.318 hektare.
Kelompok mahasiswa menyatakan penolakan tambang emas di Kecamatan Lambu dan penolakan itu menurut mereka merupakan harga mati.
“ Segera cabut izin usaha pertambangan yang diterbitkan Bupati Bima, kami akan terus beraksi jika hal itu belum dipenuhi,“ ujar Usman Manto, koordinator mahasiswa pengunjuk rasa itu, dalam orasinya.
Para mahasiswa juga menuntut aparat terkait di Kabupaten Bima, mematuhi rekomendasi Komisi Nasional (Komnas) Hak Azasi Manusia (HAM) terkait kegiatan pertambangan di Kecamatan Lambu, karena Komnas HAM sudah memberikan rekomendasi berkenaan dengan kegiatan pertambangan di Kecamatan Lambu yang melibatkan PT Sumber Mineral Utama, yang semestinya dipatuhi.
Rekomendasi Komnas HAM Nomor 2.784/K/PMT/XI/2011, ditandatangani Komisioner Komnas HAM H M Kabul Supriyadhie SH MHum, tertanggal 9 November 2011 itu, ditujukan kepada Bupati Bima, Kapolda NTB dan Direktur PT Sumber Mineral Nusantara.
Dalam rekomendasi itu dijelaskan bahwa Komnas HAM telah melakukan pemantauan lapangan dan meminta keterangan warga Kecamatan Lambu, Pemkab Bima, DPRD Kabupaten Bima dan pimpinan PT Sumber Mineral Nusantara, pada 26-29 April 2011.
Kegiatan lapangan Komnas HAM itu terkait pengaduan masyarakat yang dirangkum dan disampaikan Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND), terkait aktivitas pertambangan oleh PT Sumber Mineral Nusantara di Kecamatan Lambu, Sape, dan Kecamatan Langgundu, Kabupaten Bima, dan terkait peristiwa penangkapan dan penahanan terhadap warga yang berunjuk rasa pada 10 Februari 2011 di Kabupaten Camat Lambu.
Pada 15 Agustus 2011, Komnas HAM telah memanggil dan meminta keterangan dari Kapolresta Bima (berkedudukan di Kabupaten Bima), tentang peristiwa bentrokan dan perkembangan penanganan kepolisian.
Dari pantauan dan pengumpulan keterangan itu, Komnas HAM menemukan berbagai fakta terkait aktivitas pertambangan di Kecamatan Lambu, yang perlu ditindaklanjuti, sehingga direkomendasikan sejumlah hal penting.
Kepada Bupati Bima Ferry Zulkarnaen beserta jajarannya, Komnas HAM mendesak agar menjaga ketertiban dan kondusifitas di masyarakat terkait konflik pertambangan PT Sumber Mineral Nusantara, dan memperbaiki sistem informasi dan sosialisasi terkait kegiatan pertambangan mulai dari tahapan eksplorasi hingga eksploitasi.
Komnas HAM juga meminta Bupati Bima menjamin kelestarian lingkungan dengan memperhatikan sistem hindrologi air, sistem pengelolaan limbah dan tidak menghilangkan sumber nafkah warga setempat.
Bupati Bima juga diminta mempertimbangkan untuk menghentikan sementara kegiatan PT Sumber Mineral Nusantara, sambil menunggu kondusifitas dalam kehidupan bermasyarakat.
Sedangkan, kepada Kapolda NTB, Komnas HAM meminta ditempuh langkah-langkah koordinatif dan komunikatif dengan seluruh unsur pemerintah dan tokoh masyarakat guna mencegah terjadinya konflik horizontal di Kabupaten Bima.
Kapolda NTB juga diminta mengevaluasi kelembagaan Polresta Bima terkait penanganan aksi unjuk rasa yang berbuntut penangkapan pada 10 Februari 2011, dan memastikan pemeriksaan dan tindakan hukum terhadap anggota kepolisian yang menggunakan peluru tajam.
Rekomendasi Komnas HAM lainnya yakni yakni menjamin kebebasan warga untuk menyatakan pendapat atau aspirasi (demonstrasi) sesuai ketentuan perundang-undangan, dan menghindari tindakan represif yang menggunakan senjata dengan peluru tajam, dalam pengamanan aksi unjuk rasa.
Komnas HAM juga memberikan rekomendasi kepada pengelola PT Sumber Mineral Nusantara untuk melakukan koordinasi dan sosialisasi terkait aktivitas pertambangan, melibatkan partisipasi aktif warga dalam penyusunan Amdal dan menjamin pengelolaan tambang yang ramah lingkungan, sekaligus menjaga sistem hidrologi alam dan bentang alam yang dipergunakan masyarakat sebagai sumber mata pencaharian.
Selain itu, PT Sumber Mineral Nusantara diminta untuk bertanggungjawab atas risiko kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan, termasuk menerima gugatan perdata lingkungan dan laporan pihak kepolisian.(*)
Komentar